Kendatipun jalan ceritanya agak naïf, film The Book of Eli membawa pesan tentang pentingnya membaca. Film yang dirilis pada 2009 dan baru tayang tahun 2010 di Indonesia ini dibintangi aktor kawakan Denzel Washington.
Diceritakan bahwa terjadi perang besar yang membawa kehancuran luar biasa di bumi. Salah seorang yang berhasil selamat dari perang dahsyat tersebut adalah Eli (Denzel Washington). Manusia seakan harus memulai peradaban dari nol lagi.
Akibat perang besar itu, kitab Bibel (Injil) ikut dimusnahkan. Satu-satunya Bibel yang ada hanya milik Eli. Ia mendapat ilham untuk membawa kitab tersebut ke suatu tempat di barat. Sebab, kitab inilah yang dinilai mampu membangun kembali peradaban pasca kehancuran bumi akibat perang.
Untuk itu, Eli menempuh perjalanan selama 30 musim yang sangat berat. Dalam sebuah kesempatan, ia tiba di kota kecil di tengah gurun yang menyisakan porak-poranda pascaperang. Di sana ia bertemu Carnegie, tokoh antagonis yang terobsesi mencari sebuah buku misterius yang mampu membawa ke peradaban maju kembali.
Guna mencari buku tersebut, Carnegie menyewa penjahat jalanan yang sebenarnya buta huruf. Mereka merampok para musafir sekaligus mencari buku yang dimaksud. Carnegie termasuk salah satu orang yang bisa membaca buku pada zaman itu. Buku ini tidak lain adalah Injil yang dibawa oleh Eli.
Begitu mengetahui bahwa Eli memiliki Injil yang dicari-cari selama ini, Carnegie memaksanya untuk memberikan kitab itu. Namun, Eli menolak karena telah berjanji untuk membawanya ke tempat yang telah diilhamkan kepadanya.
Ada beberapa adegan yang menarik dalam film ini. Salah satunya ketika Carnegie mengutip Bibel yang berisi kalimat: ”Mintalah, aku akan memberikannya.” Dalam Alquran, kalimat itu terangkum dalam firman Allah di surat Al Mukmin ayat 60 yang berbunyi, ”Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan (permintaanmu).”
Di luar konteks pesan keimanan di film ini, ada adegan dalam The Book of Eli yang mengisyaratkan pentingnya membaca. Dalam sebuah adegan lain, Carnegie dengan nada tinggi mengatakan bahwa buku yang ia cari-cari selama ini bukan sekadar bacaan di waktu senggang. ”Buku itu bisa menjadi senjata!” serunya saat memerintahkan anak buahnya untuk memburu Eli demi memperoleh buku yang dimaksud.
Dialog-dialog yang memunculkan konflik antara Eli dan Carnegie menguatkan pesan lain bahwa kemajuan sebuah peradaban bangsa tidak bisa dilepaskan dari aktivitas membaca. Artinya, kegiatan ini dalam skala yang lebih luas mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Mengingat spektrumnya yang sangat luas, kegiatan membaca tidak boleh ditinggalkan manusia apabila mengharapkan sebuah kemajuan di bidang apa pun.
Jika demikian, apabila boleh menyimpulkan, aliterasi dapat mengakibatkan kemunduran, bahkan kehancuran. Maka, sudah seharusnya kita –tanpa memandang latar belakang dan profesi– memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap budaya literasi.
Sidoarjo, 25 Oktober 2014
http://mustprast.wordpress.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H