Kami para pencinta buku di Sidoarjo terus terang agak kecewa dengan Bupati Saiful Ilah. Pasalnya, perhatian Pemkab Sidoarjo terhadap dunia literasi untuk memajukan pendidikan di Kota Udang ini sangat rendah.
Kebetulan saya satu kelas dengan Bung Dika, humas Pemkab Sidoarjo, di Pascasarjana Unitomo. Saya sampaikan keluhan ini kepadanya. Nyaris sulit menyampaikan gagasan program-program pengembangan literasi ke pemda. Karena itulah, TBM Bait Kata yang merupakan salah satu TBM favorit di Sidoarjo serta TBM-TBM lainnya akhirnya jalan sendiri-sendiri. Minim dukungan pemerintah daerah.
Maka, upaya untuk mengejar Surabaya dengan program kota literasinya ibarat impian yang terus kami kejar. Ide-ide yang ngendon di kepala akhirnya saya lampiaskan ke nyonya. Dia adalah guru wali kelas yang juga diamanahi sebagai pembina jurnalistik di sekolahnya.
Klop sudah. Beberapa waktu lalu saya menyampaikan gagasan untuk bikin program pustawakan cilik di SD tempatnya mengajar. Sebagai pemanasan, saya menyarankan nyonya untuk menyusun program kunjungan ke kantor Badan Arsip dan Perpustakaan (Barpus) Kota Surabaya alias Perpustakaan Rungkut yang masyhur itu. Ini akhirnya terlaksana, namun lokasinya dipindah ke Perpustakaan Balai Pemuda yang masih berada di bawah Barpus Surabaya. Justru tempatnya lebih asyik dan cocok dengan anak-anak SD kelas 2.
Program seksi yang paling saya inginkan ialah pustakawan cilik. Saya mengunduh video-video terkait buku dan pustakawan dari YouTube. Tujuannya adalah mengenalkan sejak dini tentang dunia perpustakaan, pengelolaannya, hingga macam-macam perpustakaan. Tentu disampaikan dengan bahasa yang dipahami anak-anak SD. Program ini juga memberikan pengalaman berorganisasi serta yang paling penting adalah mendorong kawan-kawan sebaya para pustakawan cilik untuk meningkatkan kunjungan ke perpustakaan.
Untuk keperluan ini, tentu dibutuhkan dukungan dari pustakawan profesional. Pasalnya, tak sedikit sekolah dasar yang pustakawannya tidak memiliki latar belakang ilmu perpustakaan. Bahkan, saya pernah menemui perpustakaan sekolah yang dijaga oleh tenaga TU.
Kepada nyonya, saya sampaikan bahwa saya siap meminta tolong teman-teman saya yang merupakan pustakawan profesional seperti Handoko alias Cak Ndog (pustakawan yang juga pendongeng) dan Evie Suryani (pustakawan yang juga penulis) dari Surabaya untuk memberikan semangat pada program ini. Program ini juga bisa melibatkan komite atau wali murid. Wujud dukungan mereka bisa berupa bantuan buku-buku bermutu yang disukai anak-anak SD.
Yang perlu dicatat pula, program pustakawan cilik mengandalkan peran tutor atau inspirator sebaya. Pustakawan cilik dipilih dari siswa yang hobi membaca dan mampu menjalani bimbingan dasar untuk menjadi pustakawan cilik. Mereka juga dipersiapkan untuk mengampanyekan gerakan membaca buku dari kelas ke kelas pada jam istirahat.
Apabila program ini sudah berjalan lancar, baru kemudian dimasukkan program tantangan membaca (yang menyarankan hasil akhir berupa hasil resume bacaan siswa) seperti yang telah diterapkan di Surabaya.
Sebenarnya, saya bersama kawan-kawan Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia cabang Surabaya telah menulis buku kumpulan cerpen anak. Judulnya Kelingking Persahabatan. Ke depan saya berharap para siswa di sekolah nyonya bisa menulis cerita-cerita pendek menarik yang sesuai dengan imajinasi mereka. Untuk itulah, program pustakawan cilik ini (perlu) ada. Sekolah Anda sudah punya?
Sidoarjo, 27 April 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H