Mohon tunggu...
Eko Prasetyo
Eko Prasetyo Mohon Tunggu... profesional -

Hingga Januari 2015, penggemar wedang kopi ini baru menulis 30 buku. Kini ia melanjutkan sekolah di Pascasarjana Unitomo Surabaya. Alasan utamanya kuliah S-2 adalah menghindari omelan istri.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengakuan Pelajar SMA Pasuruan dan Sidoarjo Terkait UN

24 Mei 2014   11:38 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:10 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Juangkrik! Saat memeriksa salah satu artikel lomba menulis surat untuk Mendikbud seputar UN, ada tulisan seorang pelajar dari Pasuruan yang sangat mencuri perhatian saya. Tulisannya bergaya reflektif, runtut, dan enak dibaca.

Pagi itu, Rabu tanggal 16 April 2014 kulihat teman-temanku sudah berdatangan. Yang lebih kukagumi, temanku yang sering datang terlambat malah datang lebih awal dariku. Ntahlah apa alasannya, mungkin dia terlalu bersemangat untuk UN hari terakhir.

Sempat aku terlupa, lalu segera kukabarkan kepada teman-temanku mengenai kunci jawaban soal bahasa Inggris bagian listening yang kudapat dari salah-satu temanku di lain sekolah yang dikirim melalui SMS kemarin.

Dan ternyata teman-temanku sudah saling tahu tentang kiriman SMS itu. Mereka juga mendapatkan SMS yang sama. Setelah dicocokkan, ternyata jawaban nomor 1 s.d 15 sama persis.

Tak mengherankan, karena di soal bagian listening tidak ada kode tertentu dan semuanya sama. Untuk bagian listening terdapat 15 soal yang dikerjakan menurut instruksi yang sudah ada.

Menjelang paragraf akhir, dia menuliskan rasa bersalahnya. Dengan cerita yang mengalir, ia menjabarkannya sebagai berikut (tulisan aslinya).

Sungguh tindakan yang seperti ini bukanlah yang aku ingini. Namun apalah daya, keadaan yang membuatku terjerumus dalam lembah hitam. Nilai kejujuran itu terasa jauh dari ragaku”.

Namun, tulisan dari seorang pelajar di SMA negeri di Sidoarjo. Tulisannya begitu jujur dan polos. Berikut ini pengakuannya (tidak saya edit sama sekali).

Akan tetapi, ada hal yang masih menjadi masalah bagi kami para pelajar, yaitu hal yang berkaitan dengan UN. Bukan rahasia lagi bahwa setiap UN, siswa seringkali disibukkan dengan pencarian kunci jawaban. Banyaknya kunci jawaban yang beredar tanpa diketahui siapa pengedarnya membuat siswa-siswi menjadi bingung dan secara tidak langsung mengajarkan untuk tidak jujur. Ada beberapa faktor mengapa siswa-siswi memilih untuk menggunakan atau mempercayai kunci jawaban tersebut. Salah satunya adalah tekanan, stress, dan kebingungan.

Sekarang bola berada di Pak Moh. Nuh. Apakah UN tetap dilanjutkan dengan skema seperti sekarang? Yakni UN dijadikan salah satu penentu kelulusan. Mengapa kita tidak mencoba memahami bahwa pendidikan itu tidak sekadar bicara angka dan prestasi kelulusan seratus persen. Apakah kita pantas bangga dengan prestasi semu semacam ini?

Sidoarjo, 24 Mei 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun