Mohon tunggu...
Eko Prasetyo
Eko Prasetyo Mohon Tunggu... profesional -

Hingga Januari 2015, penggemar wedang kopi ini baru menulis 30 buku. Kini ia melanjutkan sekolah di Pascasarjana Unitomo Surabaya. Alasan utamanya kuliah S-2 adalah menghindari omelan istri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kiai Sahal dan Literasi Pesantren

24 Januari 2014   06:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:31 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Innalillahi wainnailaihi rajiun. Jumat dini hari kami dapat kabar dari Gus Mus (KH Mustofa Bisri) bahwa Rais Aam PBNU KH Sahal Mahfudz tutup usia sekitar pukul 01.10 WIB. Saya mengenalnya saat beliau masih menjabat ketua MUI.

Terakhir, Kiai Sahal mengasuh Ponpes Mathali’ul Falah di Kajen, Pati, Jateng. Kalau ada tokoh NU yang begitu saya kagumi, Kiai Sahal adalah salah satunya. Bukan hanya karena beliau seorang hafidz (penghafal Alquran) dan penerima banyak penghargaan di level nasional dan internasional, tapi Kiai Sahal merupakan seorang pegiat literasi terutama di lingkungan pesantren.

Sejak awal 1990-an Kiai Sahal rajin menulis di harian Suara Merdeka. Ia juga kolumnis aktif di majalah Aula. Di kalangan santri dan ulama, ia dikenal sebagai tokoh NU yang ilmu fikihnya disegani. Banyak pemikirannya yang dipengaruhi Imam Al Ghazali.

Sudah beberapa buku ditulis Kiai Sahal. Di antaranya, Pesantren Mencari Makna dan Ensiklopedi Ijma’ yang diterjemahkannya bersama Gus Mus.

Ketika silaturahim ke Ponpes Tebuireng, Jombang, saya melihat Gus Sholah (KH Sholahudin Wahid) sangat memperhatikan gizi para santri. Hal ini dipicu oleh banyaknya santri tingkat SMP yang tubuhnya kecil (terlalu pendek, tidak ideal).

Ternyata itu sudah lama dipikirkan oleh Kiai Sahal. Ia mendirikan taman gizi yang dikelola para santri. Fokus utamanya menangani balita-balita, terutama dari kalangan warga tidak mampu. Namun, tentu saja gizi santri juga mendapat perhatian. Ia akhirnya diganjar penghargaan oleh WHO.

Tulisan-tulisan Kiai Sahal di bidang fikih cukup banyak memengaruhi pemikiran santri NU dan masyarakat. Kalau NU punya sastrawan hebat dalam sosok Gus Mus, maka di bidang fikih ada Kiai Sahal. Sama dengan Gus Mus, almarhum di sela kesibukannya masih meluangkan waktu untuk menulis berbagai hal, khususnya mengenai fikih, tata bahasa Arab, dan terjemahan berbagai kitab.

Teladan literasi pesantren tersebut telah berpulang. Selamat jalan Kiai, matur nuwun inspirasinya.

Sidoarjo, 24 Januari 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun