Mohon tunggu...
Eko Prasetyo
Eko Prasetyo Mohon Tunggu... profesional -

Hingga Januari 2015, penggemar wedang kopi ini baru menulis 30 buku. Kini ia melanjutkan sekolah di Pascasarjana Unitomo Surabaya. Alasan utamanya kuliah S-2 adalah menghindari omelan istri.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kamikaze, Keberanian Tiada Tara Demi Kehormatan

28 Februari 2011   06:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:12 5888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_92362" align="alignright" width="300" caption="Dok: military.com"][/caption] Sejumlah pilot muda Jepang berbaris rapi. Cuaca pagi itu sangat cerah, sangat mendukung untuk sebuah misi penerbangan. Tidak tampak raut ketakutan di wajah mereka. Tegar. Padahal, hari itu mereka dipastikan menjemput kematian.

Para pemuda yang rata-rata berusia 19-24 tahunan tersebut adalah pilot Special Attack Forces Kamikaze saat Perang Dunia II. Yaitu, unit serangan khusus (tokubetsu kōgeki tai) yang dibentuk untuk membawa misi menghancurkan musuh (Sekutu) dengan cara menabrakkan pesawat tempur ke kapal induk milik Sekutu alias bunuh diri! Pelaksana Kamikaze pada Oktober 1944 adalah komandan staf tempur AL Jepang di Filipina Takejiro Onishi yang mendapatkan julukan Bapak Kamikaze.

[caption id="attachment_92364" align="alignleft" width="300" caption="Dok: japanfocus.com"]

1298873183593754576
1298873183593754576
[/caption] Salah satu video yang menggambarkan diorama semangat para pilot tempur Kamikaze bisa dilihat di http://www.youtube.com/watch?v=PSNKAW9PmFQ&feature=related.

Dimulai dengan ritual perpisahan minum sake, satu per satu pilot masuk ke kokpit pesawat. Sang komandan pangkalan memberikan hadiah pedang samurai pendek dan ikat kepala hamachchi sebagai tanda kebanggaan dan kehormatan bangsa Jepang.

Meski bakal menemui ajal, tidak ada kesedihan. Mereka bahkan bangga. Bahkan, sehari sebelum dipastikan membawa misi Kamikaze, para pilot yang belum kebagian jadwal ”bunuh diri” sangat iri dengan rekan mereka yang akan berangkat keesokan hari. Antre untuk mati.

Masih banyak perdebatan soal Kamikaze ini. Sebagian pengamat militer yakin bahwa misi mengerikan Kamikaze tersebut bukan aksi bunuh diri konyol.

Sebuah kalimat pun ditulis untuk melukiskan keberanian para pilot Kamikaze tersebut. ”They were not brainwashed or insane. They died to defend their country and family. They are the brave men who sacrificed their lives for country and family.

Kiranya pujian itu tak berlebihan. Sebab, bagi para pilot tempur Kamikaze, menjalankan misi tersebut adalah tugas mulia demi mempertahankan kehormatan bangsa.

Hampir seluruh pilot Kamikaze menunjukkan moral yang tinggi sebelum menjalankan misi bunuh diri itu. Mereka yakin, apabila berhasil menabrakkan pesawat ke kapal musuh, itu berarti sukses memasuki Kuil Yasukuni. Secara spiritual, kuil tersebut merupakan surga bagi para patriot bangsa. Kamikaze sendiri diambil dari sebuah nama angin kencang yang konon dianggap menyelamatkan Jepang dari invasi tentara Mongol pada 1200-an.

Pagi yang bersejarah pada 25 Oktober 1944, sembilan pesawat tempur jenis A6M Mitsubishi Zero ”Zeke” bak siluman dari atas langit. Mereka tiba-tiba muncul dari balik awan, lalu meluncurkan tembakan secara simultan. Sasarannya adalah kapal USS White Plains milik Amerika Serikat.

Serangan berikutnya dilancarkan terhadap USS Intrepid (CV-11) pada 25 November 1944. Selain itu, Kamikaze menyerang kapal USS Columbia (CL-56) di Teluk Lingayen pada 6 Januari 1945 dan USS Bunker Hill, 11 Mei 1945. Korban di pihak Amerika pun berjatuhan. Kerugian besar diderita setelah kapal-kapal induk rusak berat oleh serangan nekat pilot Kamikaze.

Sumber sejarah militer Jepang menyebutkan, saat Special Attack Forces dibentuk, yang mendaftar bejibun. Ribuan! Sangat di luar dugaan, mengingat pasukan tempur Kamikaze dipersiapkan untuk pilot yang siap mati. Banyak alasan yang melatarbelakangi para pemuda Jepang saat itu.

Di antaranya, membela kehormatan bangsa dan mengangkat harkat keluarga. Mereka juga tak ragu untuk mati demi membela kaisar yang dipercaya sebagai titisan dewa. Karena itu, tak tampak sekalipun kesedihan, bahkan saat pesawat yang membawa para pilot muda itu tinggal landas. Kepergian mereka bahkan diiringi semangat dan kebanggaan luar biasa dari rakyat Jepang.

Di sisi lain, sejarawan Jepang menampik bahwa Kamikaze adalah suatu bentuk frustrasi tentara Jepang setelah menelan kekalahan demi kekalahan di berbagai front (pertempuran) menjelang berakhirnya perang Pasifik.

[caption id="attachment_92365" align="alignleft" width="300" caption="USS Bunker Hill diserang dua pesawat Kamikaze, 11 Mei 1945 (foto: geocities) "]

12988728961501365889
12988728961501365889
[/caption] Terlepas dari berbagai kontroversi atas Kamikaze, sejarah mencatat sebuah keberanian luar biasa para pilot Special Attack Forces yang mengiringi peristiwa mengerikan tersebut. Mereka dicatat sebagai patriot Negeri Sakura.

Menjelang penyerahan Jepang, pada 16 Agustus 1945 Panglima Tempur AL Jepang di Filipina Takejiro Onishi melakukan seppuku. Dia menghujamkan samurai ke perutnya.

Sebelum mati, dia melontarkan pesan untuk anak buahnya yang gugur dalam peristiwa paling mengerikan Kamikaze. ”Untuk jiwa-jiwa tentaraku, saya mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya atas keberanian mereka. Menjelang kematian ini, aku meminta maaf kepada jiwa-jiwa para pemberani tersebut dan keluarganya.”

Merinding saya melihat aksi-aksi nekat pilot Kamikaze via YouTube. Bukan lantaran takut, tetapi membayangkan betapa besar semangat orang Jepang untuk menghormati bangsanya waktu itu. Sampai saat ini, Jepang tidak menganggap aksi Kamikaze sebagai sebuah kegagalan. Meski, akhirnya mereka menyerah kepada sekutu setelah serangan bom atom di Nagasaki dan Hiroshima, yang juga tak kalah mengerikan.

Saya membandingkannya dengan kondisi saat ini di negeri sendiri. Yang sibuk perang pemikiran soal agama dan kepercayaan, yang sibuk menjaga citra, yang saling balapan dalam melakukan korupsi.

Malu dianggap sebagai barang rongsokan. Bahkan, di negeri saya tercinta ini, jangan lagi bicara soal kehormatan. Lha wong koruptor yang jelas-jelas merugikan negara saja masih bisa menebar senyum saat sidang!

Isu besar dibungkus dengan isu yang tak dianggap tak terlalu besar untuk mengalihkan perhatian. Tak soal jika darah harus bertumpahan sekalipun.

Ah, saya berandai-andai jika mereka mau sedikit saja berkaca pada sejarah. Termasuk sejarah yang bicara tentang menjaga kehormatan ini. Mungkinkah?

Surabaya, 28 Feb 2011

Sumber:

www.geocities.jp

www.sejarahperang.wordpress.com

www.wikipedia.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun