Siang ini ponselku berbunyi, sebuah pesan teks dari teman masa kecil. "Ayo ding dong di belakang terminal." Tulisnya. Ia mengomentari sebuah postingan yang aku unggah lima menit lalu. Sebuah postingan tentang mesin game masal tahun 90-an. Game arcade, banyak orang menyebutnya ding dong. Pesan singkat darinya mengingatkan ke masa kecil kami.Â
Sebut saja kawanku itu Jhon, seorang chef di salah satu restoran cukup terkemuka di Indonesia. Kami sangat jarang bertemu sejak sepuluh tahun lalu. Bertemu mungkin hanya sesaat saat kami berdua pulang kampung , itu pun jika waktunya bersamaan. Sejauh ini kami bersilaturahmi secara daring, entah melalui pesan singkat atau sosial media.
Sudah lama ia bekerja di restoran tersebut, hingga karirnya cukup baik. Pekerjaannya yang mana awal nya sebagai tukang potong sayur, daging atau sekedar cuci piring, kini ia sudah dipercaya menjadi chef utama.Â
Memang benar usaha tak pernah mengkhianati hasil. Usaha dia selama bekerja sudah membuahkan hasil, diantaranya sudah membangun rumah sendiri.Â
Bahkan rumah untuk orang tuanya juga sudah ia bangun. Rumah yang asri dengan taman penuh bunga di depannya. Syukur luar biasa sosok Jhon yang dulu tak pernah pacaran, kini ia sudah memiliki istri dan dikaruniai satu anak yang lucu dan menggemaskan.
Awal cerita dulu si Jhon ini adalah teman masa kecilku. Kami dibesarkan di sebuah kampung dengan lingkungan yang jauh dari hingar bingar perkotaan. Tempat bermain pun tak jauh dari alam, pergi ke sawah, mandi di sungai, sampai kebun tetangga.Â
Akan tetapi ada tempat yang menjadi favorit kami, yaitu sebuah ladang luas yang ditanami berbagai macam tanaman palawija. Tempat itu adalah balai benih yang dikelola oleh pemerintah.
Tak hanya kami saja yang menjadikan tempat itu layaknya taman bermain, banyak anak-anak seusia kami bermai di sana. Aktifitas yang kami lakukan beraneka ragam tergantung dari musim. Kadang kami bermain layang-layang, sampai-sampai diantara mereka ada yang bertengkar karena berebut layangan putus. Tapi keesokan harinya mereka tetap saja bermain kembali seperti tak ada permasalahan.
Selain itu mereka juga sering bersepeda mengelilingi ladang, mencari burung, memburu jangrik sampai menikmati buah hasil dari curian di kebun tetangga (tidak untuk ditiru). Kebanyakan mereka  melakukan aktifitas di tempat ini pada sore hari. Batas pulang biasanya ditandai oleh adzan maghrib atau salah satu orang tua kami ada yang memanggil.
Dari serangkaian aktifitas teman-teman di balai benih, aku dan Jhon yang sering datang lebih awal. Berawal dari sepulang sekolah, ganti pakaian, makan lalu pergi menghampiri rumah Jhon.Â
Sesampainya di rumahnya, Jhon menuju kandang kambingnya untuk kambing-kambing orang tuanya untuk dibawa ke ladang balai benih. Banyaknya kambing yang ia pandu, sering meninggalkan bau yang khas di hidungku saat aku mengikutinya.Â