Mohon tunggu...
Prasetiawan
Prasetiawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - University of Indonesia Student

Membaca, Menulis, dan Penjelajah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Analisis Potensi Panas Bumi di Jawa Barat Menggunakan Penginderaan Jauh dan SIG

27 September 2023   10:24 Diperbarui: 6 Oktober 2023   21:21 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah anugerah yang amat luar biasa dari Sang pencipta kepada negeri kita tercinta ini, karena kita dianugerahi Sumber Daya Alam (SDA) yang begitu melimpah ruah. Sumber daya alam ini baik meliputi sumber daya alam hayati maupun non hayati. Kita beruntung tinggal di Indonesia yang merupakan negara dengan potensi sumber daya alam yang melimpah ruah ini. 

Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya disamping banyaknya sumber daya alam yang ada di Indonesia, kita juga tidak terlepas dari banyaknya ancaman bencana alam yang begitu besar. Bencana alam yang sering terjadi di wilayah Indonesia meliputi bencana banjir, gunung meletus, gempa bumi, tsunami, dan masih banyak bencana alam lainnya. Dari bencana tersebut secara tidak langsung dapat menghambat aktivitas kehidupan dan mengancam keselamatan manusia itu sendiri. 

Potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh negara Indonesia, tidak sebatas pada sumber daya alam yang dapat kita lihat secara kasat mata seperti sumber daya alam pertanian dan perikanan. Namun potensi yang paling besar juga berada di dalam perut bumi, seperti potensi emas, perak, biji besi dan yang tidak kalah penting yaitu potensi panas bumi (geothermal) yang ada di Indonesia. Pada tulisan ini penulis akan mencoba menuangkan dan membahas secara singkat mengenai potensi panas bumi yang ada di Indonesia.

Secara geologis negara kita ternyata diapit oleh tiga lempeng tektonik. lempeng-lempeng tersebut diantaranya lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng Pasifik. Terjadinya tumbukan antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia yang berarah dari arah barat ke timur mempengaruhi terbentuknya banyak sesar yang berkembang di Pulau Jawa terutama di wilayah Jawa bagian barat. 

Di wilayah Jawa Barat terdapat struktur sesar yang berkembang, ada tiga struktur regional yang memegang peran penting yaitu sesar Cimandiri, sesar Baribis dan sesar Lembang. Dari pertemuan lempeng ini mengakibatkan gerakan subduksi atau tumbukan antar lempeng tektonik sehingga memberikan peranan yang sangat penting bagi terbentuknya energi panas bumi yang ada di Indonesia. 

Berdasarkan kondisi geologi yang terjadi di Pulau Jawa khususnya Jawa Barat, maka Jawa Barat memiliki potensi sumber daya alam panas bumi yang besar sehingga sumber daya alam panas bumi di Jawa Barat merupakan yang terbesar di Indonesia. Menurut Departemen ESDM Tahun 2008, potensi panas bumi di Jawa Barat mencapai 5411 Mega Watt (MW) atau 20% dari total yang dimiliki oleh negara Indonesia.

Energi panas bumi merupakan suatu alternatif energi terbarukan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable). Di Indonesia sebagian besar panas bumi yang telah dimanfaatkan merupakan energi yang diekstrak dari sistem konvektif hidrotermal (Suparno, 2009). Sistem hidrotermal dipengaruhi oleh aktivitas pembentukan gunung api pada zona subduksi lempeng aktif. Dimana pada zona tersebut terdapat aliran panas bumi yang memungkinkan panas bumi yang berada pada kedalaman ditransfer menuju ke permukaan melalui sistem patahan dan rekahan. 

Lalu bagaimana cara kita bisa mengetahui struktur ataupun tanda-tanda panas bumi yang terdapat di permukaan? Caranya dapat diidentifikasi melalui aplikasi Penginderaan Jauh (Remote Sensing) dan analisis menggunakan model Sistem Informasi Geografis (SIG). 

Keuntungan menggunakan metode Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis ini diantaranya dari segi cakupan wilayah, efisiensi waktu, dan biaya. Lokasi potensi panas bumi pada umumnya berada di medan yang sulit dan bergelombang sampai bergunung dengan tingkat keterjalan bervariasi sehingga perlu ditunjang dengan adanya pendekatan secara tidak langsung seperti menggunakan aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis. 

Penulis : Prasetiawan (Mahasiswa Geografi Universitas Indonesia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun