Semburan lumpur panas di desa Renokenongo, Kecamata Porong sejak Mei 2006 menjadikan kecamatan di Sidoarjo ini dikenal banyak orang. Bencana dengan skala nasional menjadi pusat perhatian selama beberapa tahun ke belakang. Beberapa upaya dilakukan untuk mengatasinya hingga membentuk sebuah pulau yang saya sendiri lebih suka menamainya Pulau Lumpur Sidoarjo (Pulau LUSI) dengan melihat sejarah pembentukannya. Warga dan wisatawan cenderung mengenalnya dengan sebutan Pulau Sarinah karena pulau buatan tersebut berhimpitan dengan Pulau Sarinah yang sudah lebih dulu terbentuk secara alami.
Pulau Lumpur, kini ditumbuhi ekosistem
mangrove lebih dari tujuh jenis mangrove sejati yang tumbuh dan berkembang dengan baik. Sehingga menjadikan Pulau Lumpur sebagai habitat beberapa jenis burung seperti Kuntul Kecil, Belibis Kembang, Camar dan jenis-jenis lainnya yang biasa hidup di ekosistem mangrove.
Pulau Lumpur dapat diakses dari jembatan Porong dijalan Gempol menuju Dermaga Tlocor yang berjarak 19 km dengan jalan aspal kondisi baik yang dapat ditempuh
+ 15-20 menit menggunakan kendaraan bermotor. Sepanjang jalan akses menuju Dermaga Tlocor sudah dipasangi penunjuk arah sepanjang persimpangan jalan sehingga kita tidak perlu takut untuk tersesat.
Dermaga Tlocor merupakan dermaga penyebrangan terdekat menuju Pulau Lumpur. Ada beberapa fasilitas yang sudah terbangun untuk menunjang ecowisata mangrove Pulau Lumpur baik oleh pemerintah maupun swadaya masyarakat diantaranya dermaga tambatan perahu, mushola yang sedang dibangun dengan dana swadaya, panggung hiburan, tugu aku cinta lingkungan, sepeda air, warung dan lahan parkir dengan luas 420 m2.Â
Setiap sabtu dan minggu atau hari libur, Dermaga Tlocor selalu ramai dikunjungi wisatawan lokal baik yang sekedar tamasya di sekitaran dermaga, memancing atau berkeliling Pulau Lumpur dengan menggunakan perahu. Jika sekedar bertamasya di dermaga, pengunjung tidak dikenakan biaya apapun namun apabila ingin berkeliling Pulau Lumpur dikenakan tarif Rp. 10.000,- per orang dengan durasi waktu jelajah perahu 15-20 menit.Â
Proses serah terima asset Pulau Lumpur dari Badan Penanggulangan Lumur Sidoarjo (BPLS) kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah selesai, namun pengunjung belum diperbolehkan memasuki areal pulau yang masih dalam pengawasan dan pengamanan Koramil Kecamatan Jabon. Pengawasan dan pengamanan Koramil bertujuan agar mencegah terjadinya konflik atas pemanfaatan pulau oleh masyarakat nelayan dan pencurian ikan di tambak silvofisheryyang ada di dalam Pulau Lumpur.
Beberapa waktu lalu, kunjungan saya ke Pulau Lumpur dalam rangka riset namun moment ini saya gunakan juga untuk berekreasi menikmati keindahan Pulau Lumpur dari dalam yang tidak semua orang diberikan akses untuk masuk. Dari Dermaga Tlocor saya menelusuri sungai Porong dengan lebar
+ 130 meter menggunakan perahu nelayan bermesin tempel. Sejauh mata memandang pengunjung akan dimanjakan hamparan mangrove
Avicenniaalba/Api-Api dan
 Avicennia marina/Api-Api Putih dan sekawanan Kuntul dan Belibis yang berterbangan dan bertengger di dahan mangrove.
Sisi tenggara sungai Porong dari kejauhan Nampak dengan jelas gunung Arjuno dengan latar hamparan tambak. Pemandangan indah nan eksotik pesisir, laut dan terestrial yang jarang bisa dinikmati sekaligus. Selain itu, sepanjang perjalanan menelusuri sungai Porong juga disuguhkan aktivitas nelayan dengan sampan atau perahu kecilnya beraktivitas menjala dan memancing ikan disepanjang sungai.
Sesampainya di Pulau Lumpur, Perahu ditambatkan pada dermaga kayu kecil namun masih kokoh menopang 3 hingga 5 perahu yang bersandar. Dari dermaga saya berjalan menelusuri jalan setapak dengan lebar
+ 3 meter beralaskan batu
conblock yang terpasang hanya sekitar 15 meteran yang tersambung jalan tanah padat. Kiri-kanan jalan nampak hamparan mangrove dengan tinggi mencapai 6 meter.
Didalam Pulau Lumpur sendiri sudah terbangun beberapa sarana antara lain menara pantau yang kondisinya masih cukup baik, rumah genset, gazebo, jembatan yang membelah tambak silvofishery, toilet 3 buah, sumur sebagai sumber air tawar, tracking mangrove sepanjang 104 meter dan jalan pedestrian sepanjang 218 meter yang tersusun dari batu alami dengan kondisi baik namun tidak terawat.Â
Sarana tersebut dibangun sebagai sarana pendukung di Pulau Lumpur untuk dijadikan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) yaitu sebuah konsep ekowisata berbalut eduwisata yang dikembangkan KKP. Menurut Prasenja (2017) Ekominawisata merupakan salah satu pemanfaatan ekosistem mangrove dan tambak wanamina dengan pendekatan edukasi dan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Konsep ekominawisata-lah yang dianggap tepat untuk mengembangkan Pulau Lumpur Sidoarjo menjadi kawasan wisata berbasis lingkungan.
Lihat Travel Story Selengkapnya