Akankah Jakarta sebagai ibu kota akan ditinggalkan warganya ketika rasa aman dan nyaman sulit didapati? Pertanyaan ini semakin santer dirasakan sebagian besar warga Jakarta. Bagaimana tidak, jika permasalahan demi permasalahan kembali muncul tanpa ada sedikitpun penyelesaiannya. Memang solusi selalu saja ada, akan tetapi belum sampai tahap penyelesaian dan penanggulangannya.
Lihat saja penanggulangan banjir yang tidak kunjung membaik. Saat hujan turun, masih saja banyak jalan yang tergenang. Genangan tersebut pun berdampak kepada kemacetan dan kecelakaan lalu lintas. Kemacetan yang semakin parah, membuat orang menjadi lebih tua di jalanan. Hal tersebut berdampak kepada ketidak-produktifan berkreasi maupun bersosialisasi.
Pembangunan transportasi massa pun dinilai kurang efektif. Bus way yang selalu penuh dan berdesakkan, commuter line yang tidak tepat waktu dan sering rusak sehingga mengakibatkan penumpukan penumpang. Mono rail yang hingga kini permasalahannya tak kunjung selesai dan juga semrawutnya angkutan kota yang tidak tertib dalam menjalankan operasionalnya menambah lagi sederetan ketidaknyamanan kota Jakarta ini.
Berdasarkan kacamata ilmu apapun, tata kelola kota Jakarta dinilai sudah amburadul dan tidak tertib. RTRW yang sudah ada tidak lagi diindahkan, pembangunan dimana-mana dan tidak sesuai dengan peruntukannya. Lahan-lahan hijau semakin berkurang, dan daerah resapan air berubah menjadi permukiman mewah.
Siapapun Gubernur yang terpilih nanti, mempunyai tugas utama dalam pembenahan kota Jakarta yaitu menata aturan yang tidak lagi teratur. Aspek hukum dan perundang-undangan inilah yang akan menjadi poin penting sebagai pegangan dalam pengelolaan kota yang sudah terlanjur [sedikit] ancur ini. Setelah itu dikokohkan penegak hukumnya dalam penguatan kelembagaan dan penegakan aturan yang tanpa tendensi. Barulah merambah ke ranah penertiban dan pengelolaan kembali tata ruang kota, dengan begitu sedikit demi sedikit pemulihan kota yang sedang 'sakit' ini mulai membaik.
Akan tetapi jika semua kekacauan ini dibiarkan berlarut-larut dan rasa aman dan nyaman sudah tidak lagi dapat dirasakan, akan tidak menutup kemungkinan bahwa ibu kota ini akan ditinggalkan masyarakatnya. Tidak menutup kemungkinan Jakarta akan menjadi nekropolis/kota mati walaupun sampai saat ini masih menjanjikan 'angin surga' bagi para pendatang. Masyarakat yang berfikir lebih maju, dengan perkembangan teknologi dan informasi, tanpa harus tinggal di Jakarta pun akan mampu 'mengeruk' rupiah dari ibu kota ini. Hanya sekarang kita berfikir siapa yang akan menjadi penyelamat ibu kota ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H