Mendengkur telah diketahui menjadi tanda dari sleep apnea atau henti nafas saat tidur. Penelitian yang dipublikasikan pada jurnal kedokteran SLEEP ungkapkan efek pengobatan ngorok pada kemampuan kognitif dan mental manusia.
Sleep Apnea
Mendengkur sering kali diselingi oleh henti nafas saat tidur. Henti nafas terjadi akibat saluran nafas yang menyempit saat tidur. Akibatnya, walau gerak nafas masih ada, udara tak ada yag bisa masuk ataupun keluar. Biasanya penderita akan tampak sesak dalam tidurnya.
Akibat sesak, mekanisme pengaman tubuh akan membangunkan otak sejenak tanpa terjaga. Lalu diikuti dengan episode seolah tersedak atau batuk-batuk. Walau terbangun-bangun sepanjang malam, penderita tak menyadari. Ia hanya merasa bangun tak segar walau tidur sudah cukup.
Efek lain dari henti nafas saat tidur tentu berkurangnya kadar oksigen dalam darah. Kadar oksigen dan karbondioksian terus naik dan turun selama tidur. Kadang kala bahkan sampai membahayakan nyawa.
Dengkur Rusak Otak
Sleep apnea telah diketahui menyebabkan hipertensi, diabetes, penyakit jantung hingga stroke dan kematian. Namun mendengkur juga mengganggu kemampuan otak manusia.
Kemampuan kognitif-mental dan emosional penderita sleep apnea jelas terganggu. Kantuk berlebihan yang dialami jelas menurunkan konsentrasi, ketajaman analisa, daya ingat dan ketelitian. Emosi pun turut terganggu. Bayangkan saja, misalkan diri kita hanya tidur 2-3 jam di malam hari, bagaimana rasanya di pagi hari? Begitu juga yang dirasakan penderita sleep apnea setiap hari.
Dua penelitian di tahun 2008 dan 2009 sudah membuktikan lewat pencitraan otak bagaimana mendengkur merusak beberapa bagian otak. Terutama bagian-bagian yang bertanggung jawab pada kemampuan pengambilan keputusan, daya ingat dan emosi.
Penelitian selanjutnya dengan MRI juga buktikan bahwa wanita yang mendengkur mengalami kerusakan lebih parah dibanding pria. Efeknya pada kecenderungan depresi dan kecemasan juga didapati lebih tinggi dibandingkan pria.
Efek Perawatan
Kelompok peneliti dari Stanford menjalankan the Apnea Positive Pressure Long-term Efficacy Study (APPLES) yang ambisius. Penelitian yang dipimpin Clete Kushida ini ingin melihat efek perawatan sleep apnea dalam jangka panjang. Selama 6 bulan 1098 peserta diikuti dan diteliti.
Pendengkur menjalani pemeriksaan di laboratorium tidur. Yang terdiagnosa positif alami henti nafas saat tidur diberikan perawatan dengan gunakan continuous positive airway pressure (CPAP). CPAP adalah sebuah alat yang dihubungkan ke masker hidung pendengkur untuk mengatasi henti nafasnya. Suara dengkuran otomatis juga hilang dengan gunakan CPAP ini.
Setelah gunakan CPAP selama 2 bulan dan 6 bulan, para pasien ini diperiksa kemampuan kognitif-mental nya. Yang dites adalah kemampuan konsentrasi, kemampuan belajar dan daya ingat.
Hasilnya CPAP secara obyektif maupun subyektif, mengurangi rasa kantuk berlebihan yang dikeluhkan pendengkur.
Kemampuan untuk mengambil keputusan dan fungsi-fungsi lobus frontal otak didapati membaik setelah penggunaan CPAP selama 2 bulan. Sedangkan kemampuan konsentrasi dan belajar didapati tak mengalami perubahan setelah 6 bulan.
Tim peneliti menyimpulkan, terdapat hubungan yang kompleks antara sleep apnea dan kemampuan kognitif-mental. Tak banyak perbaikan yang ditemukan sekali bagian-bagian tertentu otak sudah alami gangguan. Untuk itu para ahli menekankan pentingnya penanganan mendengkur sesegera mungkin sebagai pencegahan kerusakan lebih lanjut.
dr. Andreas Prasadja, RPSGT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H