Mohon tunggu...
Pranata Riano
Pranata Riano Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang Belajar

Seperti umumnya orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sapu Bersih "Pemain" Bantuan Sosial

19 Mei 2020   21:57 Diperbarui: 22 Mei 2020   08:02 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah warga tampak mengantri hanya demi mendapatkan bantuan sosial | dokpri

Masalah bantuan sosial selalu mengundang banyak perdebatan. Mulai soal data yang tak tepat sasaran. Hingga banyaknya warga miskin tak terdata. Menariknya, kondisi tersebut bukanlah barang baru di Republik ini. Seolah tak ada habisnya. Polemik bantuan sosial selalu mencuat ditiap tahunnya.

Bahkan persoalan ini kerap menjadi topik hangat pembicaraan pada ruang-ruang publik. Mulai dari obrolan warung kopi, lembaga kontrol sosial, kelompok diskusi mahasiswa, sampai dengan para pengamat ikut terlibat didalamnya. Termasuk peran media yang acapkali menempatkan berita mengenai bantuan sosial pada kolom headline di masing-masing medianya. 

Meski kerap terdengar sejumlah pengaduan terkait peruntukan berbagai jenis bantuan sosial yang diluncurkan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) tersebut. Toh faktanya sampai hari ini masih saja terus berulang. Aneh bin ajaib bukan. Terlebih bila melihat banyaknya institusi penegak hukum di Republik ini. Seolah mempertegas bahwasanya kinerja masing-masing instansi jauh dari kata maksimal.

Wajar saja bila banyak kalangan masyarakat mempertanyakan. Sebab, sejatinya dana-dana sosial yang dikhususkan bagi kalangan rakyat menengah kebawah terkesan hanya pemanis program pada setiap pergantian tampuk kepemimpinan. Bukan rahasia umum bila barang itu selalu menjadi 'jualan'ditiap masa kampanye baik tingkat daerah hingga pusat. 

Alhasil rakyat seolah dibenturkan antar satu dan lainnya. Kecemburuan sosial acapkali ditemui ditengah kehidupan bermasyarakat. Akibatnya, tak jarang gesekan kecil antar warga pun tak terelakkan. Jelas disini kembali masyarakat yang dirugikan. Sebab esensinya, mereka yang secara langsung merasakan dampaknya.

Tentu bukan bermaksud menyalahkan Pemerintah sepenuhnya. Namun pada titik ini sudah barang tentu ada yang salah. Sedikit tendensius mungkin memang. Sejauh sepengetahuan, persoalan ini bukanlah rahasia umum. Sebab masih kerap ditemukan adanya 'permainan' oknum dalam proses pelaksanaan dilapangan.

Maka penting kiranya pada ranah ini fungsi pengawasan lebih ditingkatkan. Bukan hanya ritual atau seremonial belaka tentunya. Segala bentuk penyimpangan harus disapu bersih sampai akarnya. Wajib tanpa terkecuali. Mulai tingkat Kelurahan/Desa, Kecamatan, hingga Pemerintah pusat. Satu hal tak kalah penting yakni para pendamping mesti dijadikan fokus utama perhatian. 

Bila tidak segera dibenahi. Maka apapun jenis program bantuan sosial, mustahil akan benar-benar dapat dilaksanakan secara tepat sasaran. Sebagaimana harapan rakyat banyak pastinya. Lagi-lagi di sini fungsi para aparatur penegak hukum wajib dimaksimalkan. Termasuk bila ditemukannya kejanggalan yang mengarah pada penyimpangan.

Adanya hukuman sebagai bentuk efek jera harus diterapkan. Tanpa tebang pilih menjadi keharusan tentunya. Sehingga kesejahteraan dan kesetaraan sosial bukan hanya dijadikan slogan semata.

Wasallam..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun