Mohon tunggu...
Harta Sujarwo
Harta Sujarwo Mohon Tunggu... Penulis - Pedagang

Pembelajar multidimensional yang sedang bermetamorfosa, Pengamat, Peneliti, Kritikus dan Invisible Writer

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Bumi Langit Yogyakarta Jadi Staycation Terindah?

1 Maret 2020   03:34 Diperbarui: 1 Maret 2020   05:23 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Daerah Istimewa Yogyakarta memang mempesona bagi para pemikir dan seniman kreatif yang suka berpelesir. Meskipun demikian, memang tampak ndeso bagi yang hanya melihat segalanya secara lahiriah semata.


Bukan sembarang ndeso ya sahabat kompasianer.  Yogyakarta terpilih sebagai ASEAN city of culture, juga dikenal sebagai kota pelajar yang selalu melahirkan sejumlah tokoh Nasional paling berpengaruh selain Sumatera Barat. Tidak itu saja, Yogyakarta pun dikenal sebagai kota wisata dengan kearifan lokal yang sangat  unik.


Bahkan di Kabupaten Gunung kidul, Yogyakarta merupakan bagian dari yang menyandang predikat taman bumi (Geopark) yang diakui secara Nasional oleh Komite Nasional Geopark Indonesia  dan Unesco Global Geopark (UGG).
Bukan hanya karena keasrian dan keindahan alamnya. Tapi juga karena menyimpan sejarah kebesaran arkeologi sejak ribuan tahun yang lalu. Di Gunung Kidul itu pula ditemukan 13 Geosite. Dapat dimaklumi mengapa Yogyakarta sangat berbudaya.


Yogyakarta sebagai kota kebudayaan ASEAN, mencerminkan identitas ASEAN yang memiliki masyarakat majemuk sekaligus adanya inklusifitas yang istimewa. Keistimewaan Yogyakarta bernuansa kultural yang sangat tinggi dibandingkan kota-kota lain di ASEAN. Oleh karena segala kegiatan di kota ini selalu melibatkan dan memprioritaskan prinsip budaya.


Tidak hanya budaya peleburan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat tapi juga budaya Kadipaten Paku Alaman yang pernah mendapat pengakuan dari Belanda, Inggris dan Jepang sebagai sebuah negara dalam kontrak politik. 

Namun hebatnya, setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, keduanya menyatakan kesediannya menyatu dalam wilayah NKRI.
Kota ini memang menjunjung nilai-nilai budaya tapi terbuka dalam melibatkan dunia Internasional. Yaitu antara ASEAN dan 3 mitra dialognya: China, Jepang dan Korea.


Saya merasakan sendiri keturunan Tionghoa saat itu di Yogyakarta paling santun se-Indonesia, walaupun mereka tidak bisa memiliki hak milik tanah. Begitu berdaulatnya Budaya Yogyakarta menentukan peradaban penduduknya.


Sebelum Yogyakarta, Kota Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam sebagai yang lebih dulu menjadi kota kebudayaan ASEAN. Karena kota Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam juga memiliki peringkat pendidikan yang jauh di atas Indonesia. Istimewanya Yogyakarta, tidak kalah jauh berbeda dalam prestasi pendidikan dengan Bandar Seri Begawan, makanya Yogyakarta terpilih juga sebagai Kota Kebudayaan ASEAN. Itulah kenapa disebut Pendidikan itu induk semang Kebudayaan.


Wajar saja Yogyakarta dijuluki sebagai kota pelajar, bukan saja karena terkait dengan latar belakang adanya peran Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara dengan konsep Taman Siswanya yang legendaris itu. Tapi juga karena Yogyakarta selalu melahirkan Pahlawan Nasional dan tokoh cendikiawan Nasional. Hal ini didukung jumlah perguruan tinggi terbanyak di Indonesia, adanya di Yogyakarta. Sedikitnya ada 60 kampus di Yogyakarta, dan 20% penduduknya adalah mahasiswa yang berasal dari luar daerah Yogyakarta.


Dengan warga yang relatif terpelajar dan berbudaya itu, maka menjadi tempat yang nyaman bagi wisatawan. Sehingga harga tanah di Yogyakarta relatif paling mahal setelah Jakarta dan Bali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun