Menyikapi permasalahan kebutuhan gedung baru DPR belakangan ini, maka berikut adalah beberapa pokok pikiran saya. Dalam kapasitas sebagai pribadi.
Tentu ini harus disadari dulu sebagai issue yang cukup sensitif. Dimana ditengah rendahnya performa ekonomi negara, dan ketidak puasan sosial, tiba-tiba ada permintaan DPR untuk membangun gedung baru.
Saya ingin menyikapinya dengan kepala dingin dan hati yang jernih.
Menurut saya argumentasi umum yang pro gedung baru yaitu "9 Orang dalam satu ruangan" merupakan argumentasi yang lemah mengingat sebagian TA dan Aspri ditempatkan di Dapil.
Meskipun demikian juga saya memperhatikan keluhan beberapa rekan yang memiliki ruangan sangat terbatas.
Di sisi lain yang anti gedung baru mengemukakan berbagai argumentasi seperti abadinya sebuah ikon gedung parlemen.
Ini ditambah dengan ajuan fakta bahwa semua negara donor utang seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jepang memiliki gedung parlemen yang tua namun ikonik (Amerika Serikat; 1799, Inggris; Abad ke 13, Jepang; 1920). Selain itu perlu diketahui bahwa ruangan anggota Parlemen Indonesia ternyata lebih besar dari ruangan anggota parlemen Jepang.
Sehingga berkembang Opini yang berkembang di masyarakat selama ini adalah "Pembangunan gedung baru sebagai pemborosan ditengah rakyat yang menderita".
Sesungguhnya ada beberapa pertimbangan pada situasi ini.
Pertama, yaitu mendukung penuh gagasan REHABILITASI gedung agar dapat lebih optimal. Karena senyatanya gedung gedung di DPR sudah banyak yang oerlu di renovasi. Kedua mengkaji lebih lanjut secara Fungsional, Historikal, dan Filosofis mengenai perlunya gedung baru DPR. Lalu ketiga, paling penting adalah bersabar, menunggu psikologi masyarakat membaik - Karena situasi ekonomi masyarakat hari ini sedang kurang menguntungkan.
Jika negara mampu membawa pertumbuhan ekonomi ke angka yang lebih tinggi, maka akan sangat mudah bagi masyarakat untuk memahami dan memberikan dukungan pada kebutuhan gedung baru.
Meskipun, gedung baru atau lama, bagi saya setidaknya seharusnya bukan alasan untuk tidak melakukan tugas konstitusionil di Parlemen.
Â
Salam Kompasiana,
Â
Prananda Paloh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!