Mohon tunggu...
Prananda Paloh
Prananda Paloh Mohon Tunggu... lainnya -

Anggota DPR-RI - A.3 - Komisi 1 - Fraksi NasDem - Twitter: @Pranandapaloh - FP: Prananda Paloh - Blog: http://pranandapaloh.info

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Makna Baru KAA, Diplomasi dan Negara

16 Mei 2015   04:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:59 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14296905741713101094

Konferensi Asia Afrika (KAA) bukanlah memoriabilia, namun harus tetap berevolusi sesuai dengan kebutuhan zamannya. Jika dulu semangat KAA adalah independensi terutama dari Bipolar kekuatan dunia, sekarang hendaknya dimaknai dalam semangat Interdependensi, atau saling ketergantungan dari seluruh bangsa. Ini bergeser dari suasana konflik menjadi suasana saling memperkuat ekonomi melalui keterkaitan kepentingan dan potensi.Globalisasi bukanlah Ancaman namun sebaliknya itu adalah kesempatan. Tentu jika KAA bisa memaknai dan menyiapkan diri   KAA diinisiasi oleh Ir. Soekarno untuk menyikapi dunia yang terpolarisasi dalam 2 kekuatan besar, AS dan Uni Soviet, juga merupakan solidaritas bagi negara-negara terjajah.

Bagaimana relevansi konsep dan visi KAA dengan posisi Indonesia saat ini? Karena dunia juga tak lagi hanya dua kutub kekuatan, dan China serta India sbg kekuatan baru pun ikut hadir dalam KAA

Berikut adalah pemikiran saya, Imperialisme modern, pada era sekarang muncul dari raksasa korporasi lintas batas dan Negara yang berpotensi melakukan eksploitasi manusia maupun alamnya. Ini adalah sebuah bentuk baru yang harus diantisipasi, dibatasi dan dikendali oleh Negara Negara yang sedang membangun seperti Asia Afrika. Tentunya juga dengan kerjasama antara KAA dengan Negara-negara Barat dan Timur.

Konferensi Asia Afrika bukanlah memoriabilia, namun harus tetap berevolusi sesuai dengan kebutuhan zamannya. Jika dulu semangat KAA adalah independensi terutama dari Bipolar kekuatan dunia, sekarang hendaknya dimaknai dalam semangat Interdependensi, atau saling ketergantungan dari seluruh bangsa.

Ini bergeser dari suasana konflik menjadi suasana saling memperkuat ekonomi melalui keterkaitan kepentingan dan potensi.Globalisasi bukanlah Ancaman namun sebaliknya itu adalah kesempatan. Tentu jika KAA bisa memaknai dan menyiapkan diri.

KAA diinisiasi oleh Ir. Soekarno untuk menyikapi dunia yang terpolarisasi dalam dua kekuatan besar, AS dan Uni Soviet, juga merupakan solidaritas bagi negara-negara terjajah. Bagaimana relevansi konsep dan visi KAA dengan posisi Indonesia saat ini? Karena dunia juga tak lagi hanya dua kutub kekuatan, dan China serta India sbg kekuatan baru pun ikut hadir dalam KAA

Imperialisme modern, pada era sekarang muncul dari raksasa korporasi lintas batas dan Negara yang berpotensi melakukan eksploitasi manusia maupun alamnya. Ini adalah sebuah bentuk baru yang harus diantisipasi, dibatasi dan dikendali oleh Negara Negara yang sedang membangun seperti Asia Afrika. Tentunya juga dengan kerjasama antara KAA dengan Negara-negara Barat dan Timur.

Menurut saya, saat ini  kita belum memiliki kemampuan seperti Negara maju yang mempunyai Foreign Policy yang melahirkan Security Policy atau dalam bahasa lain, kebijakan Luar Negeri seharusnya menjadi ujung tombak dari kebijakan Keamanan dan terkait lainnya di Indonesia, sehingga masih sangat terpisah pisah. Ini menimbulkan masalah tidak integratifnya kebijakan berbagai kementrian dan badan, sehingga jika ada ketidak harmonisan, maka diplomasi luar negeri tentu akan terganggu. Sehingga terlihat kementrian luar negeri seperti “pemadam kebakaran” dari kebijakan yang menimbulkan masalah tersebut.

Salah satu masalah nyata sebagai contoh bahwa kita telah meneken perjanjian International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) yang telah disahkan dalam kodifikasi hukum positif negara kita pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan ICOCPR. Namun ini berpotensi untuk bermasalah secara internasional karena kita dianggap melanggar apa yang telah kita teken sendiri dengan penerapan hukuman mati. Fungsi DPR adalah untuk mengingatkan mitra Pemerintah agar tidak menimbulkan masalah lebih besar. Termasuk menghilangkan moral standing diplomasi kita dalam penyelamatan nyawa 227 warga kita yang terancam di luar negeri.Dengan harmonisasi dan integrasi antara berbagai kebijakan dan strategi diharapkan kita bisa meminimalisir masalah dan memaksimalkan manfaat
secara keseluruhan

Menurut saya,   DPR sebagai bagian dari parlemen dunia dapat berkontribusi terhadap peningkatan posisi tawar negara. Untuk itu kita harus melihat apa yang mereka butuhkan dan apa yang dapat kita tawarkan. Tanpa harus merusak alam dan mengobral SDA warisan anak cucu kita, Indonesia dapat berperan menjadi “Gudang Pangan Dunia” (jika kita memperbaiki pertanian dan kelautan secara serius) ini dapat memasok kekurangan pangan yang selalu terjadi pada Negara-negara 4 musim, baik di Asia maupun Afrika atau Amerika bahkan Eropa.   Indonesia dapat berperan menjadi “Tujuan Wisata Dunia” dimana ini sangat bermanfaat untuk industry turisme secara global dan kita punya potensi raksasa sebagai pemain dunia dalam industry turisme global. Lalu Indonesia dapat berperan menjadi “Paru Paru Dunia” dimana kita adalah satu dari 3 pemasok oksigen dunia di gelang kathulistiwa yang tentunya sangat dibutuhkan oleh warga dunia. Internasional sudah memperlihatkan komitmen kuat untuk membantu kita “mengobati” paru paru dunia di tempat kita, tentunya ini akan menguntungkan Negara dan bangsa kita juga baik secara ekonomi, ekologi, teknologi maupun sosiologi. Hutan yang sehat mengandung jutaan bahan baku farmasi yang berpotensi untuk mendukung industry farmasi yang bernilai milyaran dollar.

Setelah saya menelaah dari beberapa sumber ketatanegaraan, menurut saya, ternyata kita masih harus merestorasi sistem bernegara menjadi lebih konsisten dan murni pada Presidensiil, ketimbang sistem Presidensiil kuasi Parlementer. Karena Presidensiil menawarkan stabilitas politik, sementara Parlementer menawarkan dinamis politik, kedua hal yang tidak bisa dicampur. Jika kita ingin konsisten dan memperkuat pada sistem Presidensiil maka yang paling cocok modelnya adalah Korea Selatan (Presidensiil – Kesatuan).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun