Mohon tunggu...
Pramudya Arif Dwijanarko
Pramudya Arif Dwijanarko Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Program Studi Teknik Elektro UGM Penerima program pembinaan PPSDMS Nurul Fikri Anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hilangnya Sebuah Identitas: Jowo Wurung, Londo Kadung, Jepang Nanggung

12 Maret 2012   14:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:10 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Tulisan ini bukan bermaksud merendahkan bangsa Londo (Belanda), ataupun Jepang. Namun lebih ke arah mengkritisi degradasi yang terjadi pada bangsa ini. Pun saya juga tidak bermaksud mengeksklusifkan budaya Jawa. Kalimat yang terdiri dari tiga frase di atas hanya sebagai perumpamaan atas tiga budaya yang ada di dunia. Indonesia, Barat, dan Timur.

Frase pertama berbunyi Jowo wurung. Maksud dalam frase ini adalah budaya Indonesia yang mulai memudar. Budaya tidak hanya bicara tentang kesenian, namun juga etika, unggah-ungguh yang berlaku. Belakangan, masyarakat mulai kehilangan rasa ke-Indonesiaan-nya. Budaya saling menghormati memudar ditelan waktu. Sesama bangsa sendiri saling tikam.

Frase kedua berarti masyarakat yang sudah terlanjur basah dengan budaya barat. Hanya sekedar meniru yang terlihat saja. Padahal tidak sedikit dari apa yang kita tiru tersebut malah tidak sesuai dengan budaya bangsa ini. Cara berpakaian, kapitalismenya menjadi dua hal yang paling kita sukai dari mereka. Bukan kerja kerasnya, bukan pula profesionalitasnya.

Frase ketiga hampir sama. Kita mulai terbawa arus budaya “modern” dari timur. Saya sebut modern karena memang yang ditiru oleh sebagaian besar bukan budaya asli dari Timur. Lebih ke arah budaya modis saja. Tengok boyband maupun girlband yang mulai digandrungi anak muda saat ini. Sebagian besar mereka mencontoh apa yang dilakukan oleh girlband maupun boyband dari Jepang dan Korea. Padahal itu jauh dari patriotisme yang dimiliki bangsa Jepang dan Korea. Kita hanya meniru kulitnya saja.

Secara lebih jelas, orang Indonesiacenderung meniru untuk berbudaya Barat tetapi tidak mampu sepenuhnya, atau hanyalah terlanjur basah. Demikian juga, meniru budaya Timur tetapi juga tidak sepenuhnya mampu sebagai Timur yang tegas, bersahaja dan kuat kepribadiannya. Arti lain, orang-orang Indonesia telah meninggalkan budayanya sendiri dan telah terlanjur mengenyam kedua budaya tersebut, yang hasil akhirnya menjadi tidak memiliki keyakinan diri yang hakiki sebagai bangsa Indonesia.

Ketiga hal tersebut dapat diinferensikan bahwa orang atau masyarakat Indonesia sama dengan tidak memiliki identitas inti (core identity). Ketiada-pemilikan ini berakibat ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Demikian juga berakibat tidak sadarnya atas perilaku dirinya sendiri dalam perjalanan yang dalam kesalahan-kesalahan.

Dengan hilangnya identitas intitersebutlah yang membuat bangsa Indonsia sulit untuk bangkit. Dengan hilangnya semangat gotong royong yang dulunya menjadi penggerak lahirnya bangsa ini, maka orang akan cenderung bersifat selfish. Lebih mementingkan kepentingannya sendiri. Tidak peduli dengan yang terjadi di sekitarnya. Bahkan, tidak peduli dengan sengaja menginjak orang yang menghalangi jalannya.

Ketika orang hanya berpikir tentang dirinya sendiri, ketimpangan moral pasti terjadi. Korupsi misalnya. Itu terjadi karena dia hanya berpikir bagaimana dia hidup atau sebaik-baiknya bagaimana keluarganya bisa makmur tanpa berpikiran uang siapa yang diambil. Tidak mungkin Gayus tega menimbun uang ratusan milyar jika dia ingat ada jutaan orang Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan. Kembali itu karena sifat selfish tadi.

Sifat selfish yang ada tersebut akan membawa bangsa ini semakin jauh dalam keterpurukan. Semua orang ingin menang sendiri. Korbannya, tidak pandang bulu. Yang paling mutakhir bisa kita lihat dari kekalahan timnas kemarin. Memang kalah menang itu wajar dalam sepak bola. Namun kekalahan terbesar dalam sejarah sepak bola nasional tersebut juga tidak lepas dari pengaruh selfish tadi. Benturan antar kepentingan para penguasa mengakibatkan para pemain semenjana yang turun menghadapi Bahrain. Adanya dualisme kompetisi adalah akibat benturan antara kepentingan penguasa yang selfish, yang tidak memperhatikan akibat yang ditanggung oleh orang lain.

Lalu bagaimana solusinya? Solusinya mudah. Untuk mengakhiri permasalahan yang tak kunjung ini kita cukup menegasikan akar permasalahan ini, yaitu ketiga frase di atas tadi. Permasalahan ini muncul karena ketiadaan identitas inti dalam diri bangsa ini maka untuk keluar dari pusaran masalah ini, kita cukup kembali kepada nilai-nilai luhur yang sudah ditanamkan oleh pendahulu kita. Itu saja. Semangat kekeluargaan, gotong royong, dan saling menghormati harus kita hidupkan kembali. Kalaupun jika ingin belajar dari budaya luar, pelajarilah yang baik ilmu pengetahuan misalnya. Itupun juga harus kita filter, sudah sesuaikah dengan kebudayaan kita.

Pada dasarnya tiap-tiap kebudayaan itu berdiri sendiri. Rahmat Tuhan-lah yang menciptakan keberagaman itu. Jadi, tidak mungkin mendatangkan kemudharatan. Dari keberagaman itu kita harus saling bersinergi, hidup dalam sebuah harmoni. Tidak baik juga jika kita menyepelekan kebudayaan bangsa lain. Seperti halnya selera makanan orang yang berbeda tergantung lidahnya, begitu pula dengan kebudayaan.

Terakhir, mari kita kembali ke rahim kita, kembali kepada nilai-nilai luhur budaya kita. Apabila memang ada yang harus direvisi, ya harus diperbaiki, karena tidak ada ciptaan manusia yang kekal kebenarannya. Dengan nilai-nilai kebaikan dari budaya tersebut mari kita gunakan untuk membangun negeri ini. Bersama membangun Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun