Mohon tunggu...
PRAMUDYA RIZKI SETYAWAN
PRAMUDYA RIZKI SETYAWAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - pramudya_heyfaa

Mahasiswa STKIP PGRI TRENGGALEK

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pentigraf "Belajar untuk Bisa Mengajar"

17 Mei 2022   15:45 Diperbarui: 17 Mei 2022   15:49 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Belajar Untuk Bisa Mengajar

Oleh : PRAMUDYA RIZKI SETYAWAN

Siang itu aku yang sedang rebahan sambil nyemil santai dengan tenang tiba-tiba tersendak karena melihat jam sudah pukul 2 siang. Aku lupa kalau ada jam luring di kampus, aku pun bergegas berangkat karena takut dimarahi oleh Dosen saya, setelah sampai ke kampus ternyata mahasiswa lain sudah datang. Saya pun segera masuk  ke kelas tapi apa daya akupun hanya bisa pasrah karena dihukum harus keluar dari kelas sampai pelajaran selesai. Akupun melirik tempat Fotokopi milik salah satu dosen ku, sebuah tempat dimana laki-laki itu setiap siang datang sambil bekerja sampai sore hari tiba.Namanya adalah Pak Fahrudhin, tapi anak-anak sering memanggilnya " Pak Den", entah aku tak tau siapa pencetus panggilan tersebut pada Pak Fahrudhin. Dia sangat popular di Kampus tempat kuliahku  karena dekat dan ramah dengan Mahasiswa, khususnya murid laki-laki.Lama setelah itu aku juga semakin akrab dengan satpam tersebut, yang kawan-kawanku selalu memanggilnya Pak Den. 

Pernah suatu ketika dia menceritakan kepadaku dan kawan-kawanku tentang dia sewaktu seusia kami. " Dulu, Pak Den pernah Kuliah seperti kalian. Tapi perjalanan saat masa kuliah tidak seberuntung kalian dulu Pak Den kerja membantu orang tua di pasar, Entah itu nganter pesenan, membantu nyiapin barang dagangan tiap pagi, sampai berkebun di rumah nenek dulu buat dijual kepasar, karena orang tua Pak Den tidak bisa membiayainya" imbuh dia dengan senyum menutupi.

"Kalian, harus memanfaatkan kesempatan kalian untuk mengais ilmu disini, makanya mamang suka marah pada kalian yang suka terlambat masuk" sambungnya. Dia kemudian melanjutkan ceritanya. Ternyata di rumahnya dia menyediakan perpustakaan mini untuk para tetangganya yang ingin sekolah namun terkendala ekonomi keluarga. Aku pun sangat kagum dengan perjuangan Pak Den. Ditengah biaya hidup yang semakin susah, kulit kian keriput serta rambut kian memutih, dia masih bisa membantu orang-orang di sekitarnya. Terimakasih, Pak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun