Mohon tunggu...
Pramonov
Pramonov Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Ketika Pajak Harus Bertanggung Jawab

23 Desember 2015   13:31 Diperbarui: 23 Desember 2015   13:40 2227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ancaman defisit APBN 2015 mengancam negeri ini. Harian Kompas, Senin 21 Desember 2015 di halaman 17 merilis bahwa defisit APBN-P 2015 mengarah ke 2,7 % dari PDB. Perkiraan defisit ini jauh melambung dibanding perkiraan yang ada dalam APBN-P 2015 yaitu sebesar Rp 222,5 Trilyun alias sebesar 1,9 % dari PDB. Artinya Defisit APBN-P 2015 diperkirakan mencapai Rp 316 Trilyun.

Menteri keuangan dalam wawancara dengan Kompas menyampaikan bahwa sampai jumat 18 Desember 2015 total penerimaan negara baru 75 % sementara total belanja negara hampir 84 %. Skenarionya adalah total realisasi belanja sebesar 92,5 % dari pagu, sementara total realisasi pendapatan termasuk Bea-Cukai dan PNBP sebesar 86 % dari target dengan Asumsi penerimaan Pajak mencapai 85 % dari target.

Defisit sebesar 2,7 % dari PDB memang masih dibawah ambang batas maksimal defisit yang ditentukan oleh Undang-undang yaitu sebesar 3 %. Masalahnya, Benarkah penerimaan Pajak akan mencapai 85 % dari target ?

Menko perekonomian, Darmin Nasution, sudah secara terbuka mengatakan bahwa penerimaan pajak tahun ini hanya akan mencapai 82-83 % dari target yang dibebankan. Sebagai Menko Perekonomian dan mantan Dirjen Pajak tentu saja perkiraan yang disebut oleh beliau berdasarkan hitung-hitungan yang matang.http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20151218083503-78-99036/target-pajak-ketinggian-menko-darmin-dorong-revisi-apbn-2016/

Hal yang sebada juga disampaikan oleh Sigit Priadi Pramudito saat mengundurkan diri dari jabatan Dirjen Pajak. Alasan yang dikemukakan saat itu adalah merasa gagal mencapai batas penerimaan pajak yang dianggap bisa ditolerir yaitu 85 %. Dirjen Pajak pertama hasil lelang jabatan itu memperkirakan penerimaan pajak hanya akan berada di kisaran 80-82 %.http://finance.detik.com/read/2015/12/01/203728/3085456/4/mundur-dari-dirjen-pajak-sigit-ini-bentuk-tanggung-jawab-saya

Bagaimana kondisi terkini penerimaan pajak yang dikelola pemerintah pusat ? Plt Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi mengatakan bahwa penerimaan pajak selama periode 1 Desember 2015 -20 Desember 2015 adalah sebesar Rp 78 Trilyun, sehingga total capaian penerimaan pajak sejak januari 2015 sampai dengan 20 Desember 2015 adalah sebesar 74 % dari target. ini artinya dalam 10 hari Ditjen pajak harus mencari penerimaan pajak sebesar 11 % dari target penerimaan atau secara nominal sebesar Rp 140 Trilyun agar bisa mencapai penerimaan sebesar 85 % sebagaimana yang ada dalam skenario Menteri Keuangan. Apakah hal itu realistis ? silahkan dinilai sendiri.

Meski Pajak bukanlah satu-satunya sektor penerimaan negara yang tidak mencapai target, tanggung jawab atas defisit APBN seolah-olah hanya menjadi tanggung jawab Ditjen Pajak. Ini wajar karena sebagian besar pendapatan negara berasal dari pajak yang dibayarkan oleh Patriot negara berjuluk Wajib Pajak dan dikumpulkan oleh Ditjen Pajak. Namun tidak tepat apabila tanggung jawab yang begitu besar hanya diserahkan ke pundak Ditjen Pajak.

Ditjen Pajak terlalu kecil untuk menerima tanggung jawab itu sendirian. Ditjen Pajak hanyalah sebuah lembaga eselon I di bawah kmenterian keuangan. Jika di Militer, dirjen Pajak itu hanya setara jenderal Bintang dua. anggarannya dikontrol penuh oleh kementerian keuangan, kebijakan SDM juga dipegang oleh kementerian keuangan, bahkan target penerimaan pajak juga disusun oleh kementerian keuangan.

saat banyak pihak yang kompeten dalam dunia ekonomi dan perpajakan menyatakan target pajak terlalu tinggi apabila dibandingkan kapasitas yang dimiliki Ditjen pajak, Pajak tidak kuasa menolak target itu. Imbasnya saat target tidak tercapai Ditjen pajak harus siap dijadikan kambing hitam dan dihukum.

Dengan segala keterbatasannya dan ditengah kondisi perekonomian yang menurun, Ditjen pajak masih bisa mengumpulkan pundi-pundi negara sebesar Rp 1000 Trilyun untuk digunakan merawat negeri ini. bila hasil ini dianggap kegagalan total, mungkin petinggi negeri ini harus mulai untuk belajar jujur dan realistis.

disclaimer : tulisan ini adalah pendapat pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun