Mohon tunggu...
Agus Pramono
Agus Pramono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Research Scientist - (Composite Manufacture Engineering)\r\n\r\nInstructor Welding Engineer - (Japan Welding Engineering Society)\r\n\r\nObservers Manufacturing Technology

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perpeloncoan Berdasarkan Fakta Sejarah adalah Warisan Ideologi Realisme - Sosialis (Fasis - Komunis)

12 Desember 2015   02:19 Diperbarui: 13 Desember 2015   18:58 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ideologi materialisme yang digagas oleh Demokritus adalah pandangan hidup tentnag keberadaan materi, sekitar tahun 460 SM hingga 370 SM, hal ini didasari atas pemikiran tentang atom sebagai bagian dari unsur-unsur yang membentuk realitas(1), menurutnya atom tersebut merupakan unsur-unsur terkecil yang membentuk realitas hidup dan kehidupan. Demokritus menyatakan bahwa "prinsip dasar alam semesta adalah atom-atom dan kekosongan". Jika ada ruang kosong, maka atom-atom itu dapat bergerak. Demokritus membandingkan gerak atom dengan situasi ketika sinar matahari memasuki kamar yang gelap gulita melalui retak-retak jendela. Di situ akan terlihat bagaimana debu bergerak ke semua arah, walaupun tidak ada angin yang menyebabkannya bergerak. Dengan demikian, tidak diperlukan prinsip lain untuk membuat atom-atom itu bergerak, seperti prinsip "cinta" dan "benci" adanya ruang kosong sudah cukup membuat atom-atom itu bergerak(2-3).

Pada abad 19 ilmuwan sosial yaitu Karl Heinrich Marx dan Friedrich Engels meneruskan gagasan materialisme ini menjadi bagian dari sebuah cara pandang hidup sehingga fenomena ini mewarnai karya karya mereka berdua, faham materialisme disaat itu menjadi idola berbagai ilmuwan barat, diantaranya adalah Charles Robert Darwin dengan karya yang monumental  The Origin of Species (1859) yang menganggap bahwa asal mula penciptaan manusia dari kebetulan semata dan nenek moyang manusia adalah kera yang berevolusi (4). Cara pandang inilah yang menjadi dasar berfikir beberapa tokoh revolusi pemimpin dunia seperti Vladimir Ilyich Ulyanov Lenin (Russia), Adolf Hitler (German), Benito Amilcare Andrea Mussolini ((Italy), Che Guevara (Bolivia) dan masih banyak lagi. Mereka semua menerapkan dasar materialisme dialektika yang mana dalam hal ini diajarkan bahwa perkembangan alam terjadi akibat konfliks, hal ini dilandasi dari hipotesa JB Lamark bahwa pada kehidupan hewan jerapah yang lehernya panjang yang lebih bisa bertahan hidup (5). Atas dasar analogi inilah yang menjadikan dasar berfikir bahwa untuk melangsungkan peradapan kehidupan yang kuat maka yang akan mampu bertahan hidup adalah mereka yang memiliki kekuatan, sehingga secara kausalitas hal ini menjadi pemicu terciptanya perang dunia; pada 28 Juli 1914 sampai 11 November 1918, antara Sekutu (berdasarkan Entente Tiga yang terdiri dari Britania Raya, Perancis, dan Rusia) dan Blok Sentral (terpusat pada Aliansi Tiga yang terdiri dari Jerman, Austria-Hongaria, dan Italia (6) dan juga pemicu perang dunia II tahun 1939 sampai 1945, perang ini melibatkan Poros dan Sekutu. Negara mantan Nazi Jerman, Kerajaan Italia, dan Kekaisaran Jepang, melawan Britania Raya dan Perancis dengan kolonial kerajaan mereka, Tiongkok, Uni Soviet dan Amerika Serikat yang dikenal sebagai "Big Five" (7).

Fenomena diatas adalah bukti nyata bahwa ideologi materialisme yang melahirkan berbagai macam cara pandang, seperti Sosialime menjadi komunisme (Realisme sosial menurut Lenin) ataupun Fasisme menjadi otoristarisme (Musolini) adalah rusaknya peradapan kemanusiaan, dari berbagai macam ideologi yang lahir dalam peradapan kemanusiaan inilah yang dalam beberapa aspek masih mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara, salah satunya terintegrasi di dunia pendidikan. Dalam dunia pendidikan banyak diajarkan tentang ilmu pengetahuan sehingga output terbentuknya adalah karakter kolektif yang ilmiah. Jika atmosfer pendidikan diwarnai dogma yang mengajarkan hal - hal yang tidak ilmiah maka hal ini akan menghasilkan sesuatu yang kontra produktif. Terkait dengan fenomena diatas yang perlu kita kritisi adalah kegiatan kemahasiswaan seperti perpeloncoan atau pengkaderan atau ada juga yang menyebut istilahnya sebagai champ. Karena dalam aktifitas yang dilakukan apapun namanya itu adalah bagian dari kegiatan yang kontra-produktif dengan kaidah ilmiah dalam dunia pendidikan.

Jika kita telusuri sejarah awal menculnya kegiatan perpeloncoan atau ospek atapun istilah lain yang sejenis merupakan sebuah hal yang lahir saat transisi kepemimpinan Uni Sovyet yang saat itu dipimpin oleh Josh Stallin (pergantian dari kepemimpinan Lenin) pada tahun 1930, saat itu Stalin mengangkat Provilis Scenko sebagai kepala akademik untuk mengendalikan sistem pendidikan di Soviet (8). Gagasan Scenko adalah mengadakan pengkaderan terhadap para anak didik yaitu mahasiswa dengan cara menjaga persatuan dan kekompakan,dalam istilah Soviet saat itu dikenal dengan istilah kadrovy-sostav yaitu salah satu doktrin yang diajarkan adalah junior harus patuh pada senior, maka dari itu treatment/perlakuan pun dirumuskan, ada banyak hal yang bisa diterapkan dalam hal ini diantaranya, melakukan intimidasi senior kepada junior, menyuruh junior untuk melakukan hal-hal yang tidak wajar atau tidak logis sebagai bentuk penghormatan kepada senior dan masih banyak lagi kekerasan psikis yang bisa dijadikan dasar treatment untuk para junior. Hal ini akan mempengaruhi alam bawah sadar para junior untuk senantiasa tunduk dan patuh pada senior meskipun hal tersebut diluar nalar dan melanggar kaidah etika dan moral. Metode serupa juga dijalnkan oleh pengusung ideologi fasis di German dan Itali, di German Timur terutama, adalah Ernst Hanfstaengl seorang staf ahli Hitler juga menerapkan strategi yang sama seperti yang dilakukan oleh Scenko di Russia, perpeloncoan dengan konsep pengkaderan merupakan bagian dari manuver politik dalam bidang pendidikan. Konsep tersebut juga diterapkan oleh Benito Musolini pemimpin berhaluan fasis Italia, Dia menganggap konsep pengkaderan dalam bentuk perpeloncoan sebagai metode yang efektif untuk menciptakan anak buah yang akan menjunjung kesetiaan. Konsep pengkaderan diterapkan tidak hanya dilingkungan pendidikan saja namun dilingkungan birokrasi dan segenap lini sistem kepemerintahan. Dari tahun 1930 sampai akhir dekade 1950an hal ini diterapkan dalam sistem kependidikan di kebanyakan negara Eropa maupun Soviet kala itu.

Namun di penghujung tahun 1960 konsep perpeloncoan, pengakaderan  atau apapun namanya sudah di larang di beberapa negara Eropa dan Russia. Menurut pendapat para pakar pendidikan dunia menganggap bahwa pengkaderan atau ospek adalah bentuk doktrin ideologi sebagai pembentukan karakter fasis, feodalis ataupun sosialisme realis yang jauh dari nilai - nilai ilmiah. Tidak ada nilai positif dari yang didapat bahkan doktrin perpeloncoan cenderung merusak dan menghasilkan generasi yang tidak intelek dan rasional. Sejarah telah mencatat rusaknya peradapan kemanusiaan akibat banyaknya kegiatan yang tidak ilmiah yang dilakukan secara kolektif baik di bidang pendidikan maupun sistem kemerintahan, lebih jauh lagi korelasi hasil indoktrinasi yang tidak rasional dan melampaui kaidah etika akan menghasilkan perilaku karakter kolektif tatanan masyarakat yang fasis dan rasis, yang mana karakter kolektif tersebut bertentangan dengan konsep berfikir ilmiah. Kesemuanya itu tercermin dari pola sistem pendidikan sebuah bangsa.

A new global league yang di rilis oleh Economist Intelligence Unit For Pearson memandang sistem pendidikan yang telah diterapkan oleh negara - negara Eropa Utara seperti Finlandia, Swedia, Denmark, Estonia, Norwegia, Icelandia, Latvia maupun Lithuania adalah sistem pendidikan yang terintegrasi secara rapi dan teratur. negara - negara Kawasan Nordic Baltic ini memerlukan waktu 40 tahun untuk menghasilkan sistem pendidikan yang bagus yang mencerminkan pola perilaku ilmiah. Ditengarai sistem seperti perpeloncoan atau ospek ataupun nama yang lain sudah dihapus sekitar antara tahun 1950-1960 karena sistem perpeloncoan adalah warisan dari sistem komunisme yang telah ditinggalkan lama oleh beberapa negara kawasan nordic baltic ini yang sebagaian adalah masuk regional kawasan Uni Sovyet saat itu. Karena perpeloncoan secara tidak langsung memberikan kontribusi terhadap terbentuknya kerusakan peradapan kemanusiaan yang sudah dibuktikan oleh sejarah dunia, seperti yang telah terjadi pada fakta sejarah peradapan perang dunia yang menghasilkan generasi ideologi yang bertentangan dengan kaidah berfikir ilmiah.

 

Daftar Pustaka

(1) Ted Honderich 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press. P. 185.

(2) Simon Petrus L. Tjahjadi. 2004. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.

(3) Albert A. Avey. 1954. Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun