FILOSOFI MENANAM MANGROVE
Indonesia beruntung mempunyai etalase formasi hutan yang lengkap dari mulai pantai sampai hutan hujan dataran tinggi. Tipe ekosistem hutan dari bawah adalah hutan pantai dan mangrove, hutan gambut, hutan tropika basah dataran rendah dan hutan tropika basah dataran tinggi.Â
Terdapat dua ekosistem hutan yang unik yang selalu digenangi air walaupun karakteristiknya berbeda yaitu hutan mangrove dan gambut. Keduanya diklaim sebagai ekosistem yang mampu menyerap emisi karbon terbesar dibanding dengan hutan tropis lainnya. Mangrove diklaim dapat menyimpan karbon 3-5 kali lebih tinggi dari hutan tropis. Â
Data terakhir 2019, luas tutupan mangrove Indonesia 3,56 juta ha, yang terdiri dari 2,37 juta ha dalam kondisi baik dan 1,19 juta ha yang rusak. Hutan sekunder mangrove mampu menyimpan karbon 54,1 -- 182,5 ton karbon setiap ha.
Belakangan ini kita baca dan dengar dimedia televisi maupun surat kabar tentang antusiasme masyarakat untuk menanam mangrove dipantai didaerahnya  masing masing.Â
Kecenderungan ini perlu disambut dengan gembira karena kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup makin meningkat dikalangan masyarakat.Â
Masalahnya adalah perlu diberikan pemahaman kepada masyarakat luas bahwa mangrove hidup dipantai tetapi tidak semua pantai dapat ditanami mangrove.Â
Sebagai orang yang cukup lama berkecimpung dibidang rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, khususnya rehabilitasi mangrove di P. Sulawesi dengan tempat yang berbeda-beda ( Teluk Kwandang, kab. Gorontalo Utara, provinsi Gorontalo, Tongke-Tongke Sinjai Timur, kab. Sinjai, provinsi Sulawesi Selatan dan kab. Muna, provinsi Sulawesi Tenggara), saya paham benar akan karakteristik dan habitat mangrove ini.
Peristiwa gempa bumi yang disusul dengan tsunami di Banda Aceh yang meluluh lantakkan sebagian besar pantai di provinsi DI Aceh tanggal 26 Desember 2004 sangat membekas untuk dilupakan.Â
Untuk melindungi pantai di DI Aceh, Departemen Kehutanan dibawah MS Kaban waktu itu mempunyai gagasan untuk menaman mangrove disepanjang pantai yang terdampak tsunami, namun ide tersebut layu sebelum berkembang. Belakangan Departemen Kehutanan (sekarang KLHK) nampaknya menyadari bahwa tidak semua pantai diprovinsi DI Aceh dapat ditanami mangrove.
Silang pendapat tentang penanaman mangrove oleh LSM setempat dan pembuatan tanggul/talud oleh Kementerian PUPR di teluk Palu tidak perlu terjadi apabila memahami karakteristik tanaman mangrove ini. Berdasarkan tempat hidupnya, hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah terdapat sedimentasi (tanahnya berlumpur) , tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya  tergenang pada saat pasang pertama; tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat; daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau hingga asin.