PENTINGNYA MEMPERTAHANKAN FUNGSI KAWASAN HUTAN
Dengan dihapusnya pasal 18 ayat (2) UU no. 41/1999 tentang kehutanan yang berbunyi  luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 % (tiga puluh persen) dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional dalam UU Cipta Kerja membuka babak baru tentang cakrawala luas tutupan lahan (forest coverage) yang paling ideal untuk dipertahankan dalam suatu wilayah DAS atau atau pulau secara proporsional.Â
Alasan penghapusan kewajiban 30 persen ini tertuang dalam naskah akademik Omnibus Law halaman 1347. Kewajiban mempertahankan kawasan hutan minimal 30 % ini sudah tidak relevan dengan perkembangan saat ini mengingat di pulau Jawa sendiri, kawasan hutan sudah kurang dari 30 %.Â
Oleh karena itu, naskah akademik ini menuliskan perlunya penetapan kawasan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk setiap provinsi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai luas kawasan hutan yang harus dipertahankan termasuk pada wilayah yang terdapat proyek strategis nasional diatur dengan peraturan pemerintah (PP) (pasal 18 ayat (3), RUU Cipta Kerja, paragraf 4, Kehutanan pasal 37 hal. 187).Â
Turunan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) dalam ketentuan penutup yang diatur pasal 185 RUU Cipta Kerja mengatur peraturan pelaksana berupa peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (Perpres) wajib ditetapkan paling lama tiga bulan setelah RUU Cipta Kerja disahkan presiden sebagai undang-undang. Â
Menteri Perekonomian, Airlangga Hartarto, Rabu 7 Oktober 2020, mengatakan meski UU mengamanatkan tiga bulan, penyusunan rancangan peraturan pemerintah (RPP) dipercepat menjadi maksimal satu bulan karena merupakan arahan dan target dari presiden.
Diskursus atau wacana tentang luas kawasan hutan dan tutupan hutan yang ideal harus dipertahankan pada masing-masing provinsi, sebaiknya perlu dikembangkan dan dibuka seluas-luasnya untuk masyarakat luas memberikan saran dan masukan sebelum terbitnya PP tentang hal ini.Â
Beberapa saran dan masukan yang dapat dicatat diisini adalah secara umum PP tersebut harus tetap asas dalam pertimbangan teknisnya dalam rangka menjaga dan memulihkan kelestarian hutan.
Meskipun PP yang akan disusun menggunakan  pendekatan wilayah masing masing provinsi, namun sedapat mungkin tetap dipecah (breakdown ) lagi menjadi pendekatan wilayah DAS, kecuali untuk provinsi yang tidak mempunyai  wilayah DAS yang luasnya signifikan. PP ini nantinya juga akan bersinergi dengan PP no. 26/2020, tentang rehabilitasi dan reklamasi hutan yang baru.
Secara teknis, sebenarnya dalam bidang kehutanan pengaturan kawasan hutan dalam suatu wilayah DAS, prosesnya sederhana saja. Sepanjang pengaturan kawasan fungsi hutan dilaksanakan dengan baik maka fungsi keseimbangan ekologis juga akan terjaga dengan baik. PP no. 44/2004 tentang perencanaan hutan telah mengatur dengan baik kriteria penetapan fungsi kawasan hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi berdasarkan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas hujan.Â