Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Quo Vadis Penyuluh Kehutanan

9 Juni 2020   20:40 Diperbarui: 9 Juni 2020   20:43 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

QUO VADIS PENYULUH KEHUTANAN

Ibarat pepatah atau peribahasa:  hidup segan matipun tak mau. Itulah kira kira keadaan atau kondisi penyuluh kehutanan Indonesia sekarang. Salah satu arti dari tiga arti peribahasa tersebut dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah hidup tapi serba salah. 

Sejarah panjang terbentuknya penyuluh kehutanan ternyata belum mampu  membangkitkan sukses dan kejayaan penyuluh kehutanan itu sendiri. 

Berkaca pada saudara tuanya penyuluh pertanian yang berkiprah sejak hidupnya rezim orde baru tahun 1967-1968, mereka mampu mendulung prestasi besar dan fenomenal dengan mempersembahkan swasembada beras kepada bangsa Indonesia tahun 1984. 

Presiden Soeharto waktu itu mendapat penghargaan dari badan pangan dunia (FAO) di markas besarnya Roma, Italia pada tanggal 14 November 1985. Bagaimana dengan penyuluh kehutanan di Indonesia ?

Sejarah Terbentuknya

Penyuluh kehutanan lahir dan hadir di Indonesia bersamaan dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) tentang  Reboisasi dan Penghijuan tahun 1976, sebagai jawaban atas banyaknya lahan kritis didalam dan diluar kawasan hutan yang perlu dilakukan rehabilitasi secepatnya baik secara vegetatif (penanaman vegetasi pohon pohonan) maupun sipil teknis ( bangunan dam pengendali/dam penahan, terasering, saluran pembungan air maupun bangunan terjunan air) dan unit percontohan pelestarian sumberdaya alam (demplot PSDA). 

Inpres Reboisasi dan Penghijauan yang berskala besar kegiatannya diciptakan bersifat keproyekan agar anggarannya bersifat fleksibel dalam pencairannya. Untuk melaksanakan kegiatan besar ini, dibentuklah organisasi pelaksana yakni reboisasi dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan pemerintah provinsi, sedangkan penghijauan dilaksanakan oleh Dinas Pertanian pemerintah kabupaten/kota. 

Untuk mendukung pelaksanaan dilapangan, direkrut tenaga tenaga muda lulusan sekolah lanjutan tingkat atas (SMA/STM) untuk dididik dan dilatih menjadi petugas lapangan yang akan diterjunkan sebagai penggerak utama dalam kegiatan reboisasi dan penghijauan diseluruh Indonesia. 

Lahirlah yang namanya petugas lapangan penghijauan (PLP), petugas lapangan reboisasi (PLR), petugas lapangan dam pengendali (PLDP) dan petugas lapangan pembuatan pembibitan (PLPB). 

Para petugas  lapangan ini sebenarnya tidak dipersiapkan secara khusus sebagai penyuluh, oleh karena itu pengetahuan tentang pendampingan kelompok masyarakat hanya ala kadarnya, karena semata mata hanya disiapkan sebagai petugas teknis dilapangan. Jumlah petugas lapangan yang sifatnya kontrak/honor ini jumlahnya cukup banyak tidak kurang dari 8000 orang diseluruh Indonesia.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun