[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Timika, 2010"][/caption] Awal bulan depan, beberapa rekan sesama dokter akan berangkat PTT. Baru minggu ini diumumkan lokasi penempatan masing-masing dokter. Ada yang diterima di lokasi pilihan mereka, ada juga yang tidak, bahkan ada yang tidak lulus juga. Sebagai seorang dokter yang post-PTT, beberapa kali saya ditanya juga mengenai persiapan-persiapan dan pengalaman-pengamalan selama PTT. Yang sering saya bilang adalah, yang pertama perlu disiapkan adalah niat dan mental. Niat harus lurus dan jelas. Tidak ikut-ikutan teman, bukan sebagai pelarian karena ga lulus ujian PPDS (apalagi karena diputusin pacar), bukan semata-mata sebagai “kewajiban.” Karena ketika niatnya sudah miring-miring begini, biasanya akan mudah sekali merasa tersiksa di lokasi PTT. Akibatnya, kasian sekali masyarakatnya, ditangani oleh dokter yang tidak benar-benar peduli. Begitu juga dengan mental, menghadapi keadaan yang 180 derajat berbeda. Tidak ada mall, tidak ada kasur yang empuk, tidak ada AC. It will be a potent mood-breaker if you dont prepare well. Setelah itu, baru deh kita mempersiapkan beberapa hal sebelum kita pergi. Prinsip packing saya tidak jauh beda ketika saya akan traveling. First, Bring The Most Important Things Ini termasuk:
- Pakaian Bawa pakaian yang kalian suka saja, dan nyaman dipakai. Logikanya, kalo di rumah aja jarang dipakai, apalagi nanti. Bila lokasi yang dituju panas, perbanyak pakaian yang tipis. Sebaliknya, kalau di lokasi dingin, jangan lupa jaket! Pilih juga yang ringan dan cepat kering bila dicuci. Bawa secukupnya saja. Apalagi bila di daerah yang terpencil. Ga akan ada yang bilang “dokter bajunya sama terus, ga punya baju ya?” hehe. Selain baju, termasuk juga di dalamnya sepatu, sendal, dan lain sebagainya.
- Alat medis Tidak semua puskesmas mempunyai peralatan yang memadai. Terkadang, stetoskop pun tidak ada. Peralatan standar seperti stetoskop dan tensi, tentu tidak terlalu memberatkan untuk dibawa, kecuali memang sudah yakin bahwa di lokasi PTT ada. Yang lebih jarang ada tetapi sama pentingnya adalah otoskop. Cukup sering ada pasien dengan keluhan nyeri telinga, atau lebih parah, bintang masuk telinga. Saya pernah temukan seekor kecoa di telinga kanan pasien saya. Otoskop akan memudahkan kita memeriksa keluhan tersebut.
- Obat-obat pribadi Penderita asma wajib membawa obat-obatnya sendiri. Kalau sampai kehabisan dan kebetulan berlokasi di balik gunung, wah, repot sekali harus ke kota besar. Masalah kesehatan yang biasa ditakutkan di daerah timur adalah malaria. Sebenarnya, ini risiko pilihan ya. Tapi sebagai profilaksis, saya dulu memakai doksisiklin 1x100 mg selama 2 bulan karena saya baca memang tidak disarankan lebih dari itu. Selebihnya ya pakai kelambu dan obat nyamuk saja. Kalau kena bagaimana? Ah santai saja. Saya kena 3 kali, dan masih hidup, hehe.
- Emergency Lamp Seperti kita ketahui bahwa di Jabodetabek pun listrik sering mati. Di daerah hal ini berkali-kali lebih sering. Lampu ini akan sangat membantu jika suatu saat listrik mati. Jika kalian takut gelap, ini jadi barang wajib. [caption id="" align="aligncenter" width="194" caption="persis seperti ini yang saya bawa. hanya sebesar batu bata."]
Images 1
- Dokumen-dokumen Dokumen-dokumen seperti ijazah dan STR kadang diperlukan. Oleh karena itu, bawalah, dan simpan dengan baik.
It Shouldn’t Be Always Work, Work, and Work A year in a remote area can be boring (and even depressing) sometimes. Jadi kita harus mempersiapkan juga hal-hal yang membuat kita bisa menikmati waktu-waktu luang yang ada. Buat saya, barang wajib untuk traveling adalah: iPod dan kamera saya. Untuk PTT, ditambah laptop dan hard disk penuh berisi film dan serial. Haha. Lalu, buku-buku. Tapi sepertinya, dengan kecanggihan teknologi, kita hanya tinggal membawa gadget dengan segala aplikasi dan ebook-nya. Ringkas! Kalau lupa dosis sebuah obat, tinggal buka gadget, cari. Walaupun internet belum tentu ada ya. Teman-teman kadang ada yang membawa alat snorkeling juga. Tapi menurut saya terlalu memberatkan. Toh hanya dipakai sesekali. But of course, our gadgets shouldnt be keeping us from interacting with people. Rasa gembira kadang hadir ketika kita memancing bersama masyarakat, ikut acara adat, dsb. Blend with the environment. Forget for sometimes that we know those gadgets. Spend Your Money While You Can Sebelum berangkat, belilah barang-barang yang diperlukan. Termasuk gadget untuk hiburan kita. Jangan pelit, tapi juga jangan berlebihan. Suka dengar musik? Beli iPod / music player lain. Belum punya laptop? Beli! Sekalian dengan hard disk eksternal dan isi dengan film-film dan serial kesukaan, atau, game-game terbaru. Ingin tablet terbaru? Ambil! Isi dengan segala macam aplikasi, games, dan ebook-ebook. Sepatu baru? Carrier baru? Tas baru? Beli bila memang perlu. Kenapa? Karena akan tiba saatnya ketika walaupun kalian punya uangnya, tapi kalian tidak bisa beli apa-apa. Cuma tentu harus bijak juga ya membelanjakan uang kalian. Tapi jangan lupa bawa uang cash yang cukup. Kita tidak pernah tahu apa yang akan kita hadapi nanti kan? Belum tentu ada ATM. How To Pack Ini sih sebenernya pelajaran untuk traveling, hehe. Dan tergantung selera juga. Cuma, saya sarankan membawa tas carrier (yang biasa dibawa naik gunung, atau sering juga dipelesetkan jadi “keril”) sekurangnya 45 L dengan kualitas baik, ditemani dengan satu buah koper jinjing untuk masuk kabin. Masukkan sebagian pakaian, dan barang-barang yang berat ke dalam carrier karena ini yang akan masuk bagasi. Tips lain, taruh barang yang paling berat di atas. Gulung pakaian kalian, dan masukkan ke dalam plastik. Jangan taruh barang berharga di sini. Berat tas ini maksimal 15-20 kg (karena ini batas maksimal bagasi sebelum dikenakan overbaggage) dan HARUS masih bisa dibawa sendiri. [caption id="" align="aligncenter" width="252" caption="gambar dari travelismo.com"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H