Mohon tunggu...
Bintang Pramodana
Bintang Pramodana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Medical Doctor | Liverpool FC enthusiast | A Seasonal Wanderer | Independent Traveler | Landscape Photographer | Believe that one day he'll be riding horse across Patagonia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

RM Tirto Adi Suryo (aka Minke) dan Kepahlawanan yang Terlupa

2 November 2012   10:36 Diperbarui: 25 Mei 2018   09:13 9300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya masih ingat pertama kali saya menemukan buku “Anak Semua Bangsa” di lemari buku kakek saya. Saya baru saja naik kelas 2 SMA. Dari beberapa sumber yang saya baca, buku ini saat itu masih termasuk kategori buku yang dicekal. Sekitar setahun berikutnya lah baru saya menemukan buku pertama tetralogi Pramoedya tersebut: “Bumi Manusia.” Ini adalah pertemuan pertama saya dengan Minke.

Tetralogi Buru menceritakan seorang tokoh bernama Minke (diambil dari kata monkey), seorang tokoh di masa awal perjuangan kemerdekaan, yang data-data kepahlawanannya diceritakan terhapus (dan sengaja dihapus) oleh jaman. Minke masuk STOVIA, sekolah tinggi dokter ketika itu, aktif menulis dan menerbitkan sendiri surat kabarnya, dan tanpa takut berjuang secara intelektual melawan Belanda. Tidak berlebihan bila saya bilang Minke adalah salah satu inspirasi terbesar saya masuk FKUI ketika itu.

Bertahun kemudian saya baru mengetahui bahwa Minke bukanlah tokoh rekaan. Minke sesungguhnya bernama RM Tirto Adi Suryo (TAS), seorang cucu bupati Bojonegoro, yang meninggalkan segala kemapanan birokratisnya demi Indonesia. Fakta bahwa nyaris tidak ada orang yang mengenalnya saat ini adalah sebuah kemirisan dan bukti bahwa Indonesia adalah negara yang mudah lupa.

Walaupun ada beberapa sumber yang menyatakan berbeda, tetapi sebagian besar menyatakan bahwa RM Tirto Adi Suryo lahir pada tahun 1875 di Blora. Orang tuanya adalah pegawai kantor pajak bernama Raden Ngabehi Tirtodhipoero. Setelah ayahnya meninggal, ia tinggal bersama neneknya Raden Ayu Tirtonoto. Pada usia 14 tahun TAS masuk STOVIA. Sayang sekali pendidikan ini tidak dia selesaikan.

Prestasi TAS sendiri tidaklah main-main. Ia mendirikan organisasi Sarekat Prijaji, 4 tahun lebih awal dari Boedi Oetomo yang dianggap sebagai organisasi pribumi pertama. Apa ada yang pernah mendengar Sarekat Prijaji di buku pendidikan sejarah? Saya yakin tidak ada. TAS jugalah yang mendirikan Sarekat Dagang Islam bersama KH Samanhudi, namun namanya tidak pernah juga dicantumkan.

Tetapi barangkali jasa terbesar TAS adalah terbitnya surat kabar Medan Prijaji. Surat kabar ini adalah yang pertama menggunakan bahasa melayu serta seluruh pekerjanya adalah orang pribumi asli. Medan Prijaji adalah pionir pers di Indonesia. Medan Prijaji menyajikan berita-berita yang secara keras mengkritik kebijakan serta perlakuan kolonial kepada masyarakat pribumi. Bahkan kadang menelanjani secara lugas orang-orang pribumi sendiri yang menjadi antek kolonial.

Tulisan-tulisannya di Medan Prijaji inilah yang membuat TAS memiliki banyak musuh di kalangan kolonial Belanda dan antek-antek pribuminya. Gubernur Jendral Idenburg ketika itu sampai memerintahkan seseorang bernama Dr. Rinkes untuk mengamati dan mengontrol gerak-gerik TAS di Medan Prijaji. Beberapa data tentang TAS ini juga berasal dari tulisan Dr. Rinkes tersebut. Bukti bahwa memang pada jamannya, TAS dianggap sebagai orang pribumi yang sangat berbahaya untuk Belanda.

Surat Kabar Indonesia Pertama: Medan Prijaji (wikiwand.com/en/Tirto_Adhi_Soerjo)
Surat Kabar Indonesia Pertama: Medan Prijaji (wikiwand.com/en/Tirto_Adhi_Soerjo)

Dengan berbagai cara yang dilakukan pemerintahan kolonial, Medan Prijaji akhirnya tumbang pada Agustus 1912 setelah 5 tahun terbit dan mengancam pemerintah Hindia Belanda. Dan seperti banyak pejuang kemerdekaan ketika itu, TAS ditangkap dan dibuang ke Pulau Bacan, Halmahera. Sejak saat inilah, orang mulai lupa dengan TAS.

Menurut beberapa sumber, catatan-catatan kepahlawanan TAS sengaja dihancurkan oleh Belanda karena dia dianggap sebagai orang yang paling berbahaya di Hindia Belanda kala itu. Inilah yang mungkin menjadi sebab kenapa catatan-catatan tentang TAS jarang ditemukan. Pihak Belanda saat itu tidak mau TAS menjadi inspirasi bagi para pribumi untuk maju dan terdidik sehingga pada akhirnya mengancam keberadaan Belanda di Hindia Belanda.

Bahkan, ketika pada akhirnya ia wafat pada Desember 1918, menurut catatan yang ditulis Mas Marko, salah satu sahabatnya, TAS hanya diantar oleh segelintir orang saja ke pemakamannya di Mangga Dua. Belanda sudah berhasil menghilangkan seorang RM Tirto Adi Suryo. Hal ini diperparah dengan kebijakan Orde Baru yang melarang peredaran buku-buku Pramoedya yang menceritakan tentang TAS.

Barulah pada 1973, pemerintah mengangkat TAS sebagai Bapak Pers Nasional. Setelah itu baru pada pemerintahan SBY di tahun 2006 lah, Raden Mas Tirto Adi Suryo atau Minke diangkat menjadi pahlawan nasional. Sebuah penghargaan yang mungkin sudah sangat terlambat.

Bertepatan dengan diperingatinya Sumpah Pemuda dan Hari Pahlawan, RM Tirto Adi Suryo adalah inspirasi bagi seluruh anak muda Indonesia. Kegelisahannya akan sesuatu yang dianggapnya salah serta perjuangannya (yang terlupakan) melawan pemerintah Hindia Belanda secara langsung dan tidak langsung membantu terwujudnya Republik ini. Pramoedya Ananta Toer mungkin hanya menulis roman sejarah, dan bukan sebuah biografi khusus tentang TAS. Namun Tetralogi Buru saya pikir adalah awal bagi banyak orang untuk mengenal TAS.

Tidak ada yang lebih pas menutup tulisan ini selain tulisan Pramoedya dalam Sang Pemula:

“Seperti jamak menimpa seorang pemula, terbuang setelah madu mulia habis terhisap, sekiranya ia tak mulai tradisi menggunakan pers sebagai alat perjuangan dan pemersatu dalam masyarakat heterogen seperti Hindia, bagaimana sebuah nation seperti Indonesia akan terbentuk?” – Pramoedya Ananta Toer

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun