maju kena, mundur kena.
itulah keadaan yang sekarang dihadapi pemerintah dalam membuat kebijakan subsidi BBM.
pada saat itu pemerintah berinisiatif menaikkan harga BBM bersubsidi.
Itulah kebijakan yang paling murah, mudah dan tepat sasaran.
tapi kenyataan yang terjadi, kebijakan tersebut dianggap sebagai keputusan bodoh
yang diambil pemerintah karena malas menerapkan kebijakan yg lebih sistematis
agar mereka, kalangan "terpelajar" yang mengatasnamakan rakyat, tidak terkena dampak
dari pengurangan subsidi BBM.
usulan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi akhirnya dimentahkan oleh rakyat melalui DPR.
kini pemerintah akan melakukan kebijakan yang diusulkan rakyat, yaitu pembatasan.
sebuah kebijakan yang pasti lebih mahal, sulit, dan belum tentu efektif.
apalagi dilakukan di negeri yang penuh kreatifitas, terutama dalam hal melanggar aturan.
jika pada akhirnya pembatasan subsidi BBM ini ditolak oleh pengusulnya sendiri,
maka keadaan yang terjadi saat ini seperti seorang anak yang sedang sakit,
sakit karena dana untuk membayar subsidi semakin menipis,
sakit karena ketergantungan yang terlalu besar dengan bahan bakar minyak,
sakit karena energi terbarukan tak berkembang karena kalah saing dengan harga BBM bersubsidi
kemudian, orang tuanya mempercayakan seorang dokter untuk mencarikan obat agar anaknya bisa sehat kembali.
ketika sang dokter memberikan pilihan obat pertama, si anak menolak.
katanya rasanya terlalu pahit. pahit karena semua harus merasakan kenaikan harga BBM bersubsidi.
anak berontak hingga merobohkan pagar rumahnya sendiri.
meski sebenarnya, sang orang tua tahu bahwa obat itu adalah obat sapu jagad untuk penyakit anaknya.
karena dia takut anaknya pindah ke rumah tetangga, takut anaknya jadi anak tetangga,
akhirnya orang tua pun luluh dan menuruti permintaan anaknya.
dokter mengalah,
kemudian memberikan pilihan obat yang kedua
obat yang bermacam-macam warna dan rasanya,
yang lebih repot dalam menelannya,
meski ada obat yang rasanya manis, tetap saja ada obat yang pahit.
si anak masih tidak mau diberi obat itu karena repot, obatnya terlalu banyak.
obat yang manis ditelannya, obat yang pahit dibuang.
sang anak tetap tak mau diobati.
tapi sekarang orang tua telah menyerahkan sepenuhnya metode pengobatan anaknya kepada sang dokter,
yang penting tak menggunakan obat sapu jagad itu.
obat sapu jagad bisa diberikan hanya jika nyawa si anak sudah mencapai pangkal tenggorokan.