"Terpilih untuk mengikuti Pendidikan Guru Penggerak adalah sebuah amanah, lalu bagaimana menjaga amanah tersebut?"
Vibes penuh semangat begitu terasa kala saya mengikuti Lokakarya Orientasi Pendidikan Guru Penggerak (PGP) Angkatan 11 sebagai pengajar praktik. Semua aktor yang terlibat dan mendapatkan undangan untuk menghadiri kegiatan tersebut melangkahkan kaki dengan mantab, tegap, dan penuh percaya diri, sesekali terlihat senyum merekah sembari bertegur sapa. Saya melihat ada sebuah harapan yang muncul, terlihat jelas dari binar mata undangan yang hadir. Calon Guru Penggerak (CGP) angkatan 11 hadir didampingi oleh Kepala Sekolah masing-masing, semakin lengkap kegiatan Lokakarya Orientasi dihadiri oleh pihak-pihak terkait lainnya. Pada Hari Sabtu, 29 Juni 2024, Aula SMA Negeri 1 Bergas, Kabupaten Semarang menjadi saksi ikrar transformasi pendidikan negeri ini.
Beragam Harapan Muncul
CGP dan Kepala Sekolah duduk berdampingan dalam sebuah ruang kelas. Keceriaan muncul ketika salah satu dari pengajar praktik memimpin ice breaking sebelum masuk ke dalam materi inti. Ice breaking yang dikemas sedemikian rupa bertujuan agar CGP dan Kepala Sekolah yang berada di dalam ruang tersebut saling mengenal. Semua tertawa, semua gembira! Ketika sudah tidak ada rasa canggung lagi, diskusi pun dapat berjalan dengan mengasyikkan. Para CGP yang hadir tidak lagi ragu menyampaikan harapan dan kekhawatirannya dalam mengikuti PGP angkatan 11 ini, begitu pula dengan Kepala Sekolah yang dapat memberikan respon terkait dengan harapan dan kekhawatirannya sebagai pimpinan di sekolah. Tercipta sebuah diskusi dua arah yang efektif.
Zero "Jam Kosong", Jangan ada Ekslusivitas di Sekolah
 Tugas yang begitu banyak dan padatnya kegiatan baik secara daring dan luring yang harus dilakoni oleh CPG selama PGP ini memunculkan kekhawatiran bagi Kepala Sekolah sebagai pimpinan di sekolah. Kekhawatiran tidak dapat mengatur waktu sehingga berakibat meninggalkan kewajiban mengajar nyaring disuarakan. Hal ini menjadi alarm bagi CGP agar benar-benar mampu bertanggung jawab atas pilihannya dengan segala konsekuensi yang ada sehingga perlu untuk menerapkan skala prioritas. Zero "Jam Kosong" harus benar-benar diupayakan, karena bagaimanapun juga tugas pokok seorang guru adalah membersamai murid-muridnya dalam pembelajaran.
Kemudian kekhawatiran yang muncul dalam benak Kepala Sekolah yang hadir adalah CGP diharapkan mampu menebarkan energi positif inspiratif di sekolahnya, bukan malah sebaliknya dengan mengeksklusivkan diri di lingkungan sekolah yang berakibat buruk dalam hubungan interaksi antar warga sekolah.
Kekhawatiran serta harapan yang disampaikan oleh kedua belah pihak yakni CGP dan Kepala Sekolah menjadi perhatian khusus bagi semua aktor yang terlibat, yakni dengan bagaimana berupaya merealisasikan harapan yang ada secara kolaboratif dan juga saling mengingatkan agar apa yang menjadi kekhawatiran-kekhawatiran itu tidak terjadi. Kedua belah pihak saling menyepakati, jabat erat!
Rencana Pengembangan Diri sebagai Upaya Nyata Meredam Kekhawatiran
 Selanjutnya pada sesi akhir, CGP diminta merancang sebuah rencana pengembangan diri dengan komptensi-kompetensi guru penggerak yang diharapkan dimiliki oleh CGP lainnya. Disampaikan bawah hal ini menjadi salah satu cara untuk menjawab ataupun meredam kekhawatiran pimpinan. Sebuah dampak positif diharapkan untuk dapat diterapkan demi kemajuan sekolah nantinya. Ketika Kepala Sekolah meneken surat izin, artinya ada sebuah resiko yang diambil, sebab itulah CGP harus mampu membayar kepercayaan itu dengan aksi nyata inspiratif yang dilakukan di sekolahnya.