"Kuliah Kerja Nyata (KKN) selalu saja mampu mencipta kisah tak terlupakan sampai kapanpun."
Ada sebuah program di kampus kami terkait dengan pelaksanaan KKN, yakni mahasiswa diperbolehkan memilih tempat KKNnya sendiri. Namun prosesnya tidaklah mudah, ada rangkaian seleksi yang cukup ketat dan panjang. Kami harus mempresentasikan program-program KKN kami dalam proses seleksinya. Peminatnya cukup banyak, sehingga mau tidak mau harus benar-benar fight agar proposal pengajuan kami dapat diterima sehingga kami dapat ber-KKN ria di tempat yang diidamkan. Program ini disebut dengan KKN alternatif. Setelah menjalani rangkaian proses seleksi yang cukup panjang, pada akhirnya proposal kami di terima. Cerita KKN kami pun dimulai.
Berbaur dengan Masyarakat
Mengikuti ragam kegiatan yang ada di masyarakat menjadi rutinitas harian yang kami lakukan. Lokasi KKN kami berada di sebuah desa dekat dengan perkebunan karet di salah satu kecamatan di Kabupaten Semarang. Pengajian, kumpul warga, dan kerja bakti rutin kami lakukan bersama masyarakat. Pada momen-momen seperti itu menjadi ruang bagi kami untuk berinteraksi, berdiskusi, dan memaparkan serta sosialisasi apa-apa yang menjadi program KKN kami, tentunya dengan mengoptimalkan potensi dari anggota disesuaikan dengan keahlian serta latar belakang program studi dari masing-masing anggota kelompok KKN. Masyarakat selalu menerima dengan terbuka kehadiran mahasiswa-mahasiswa yang ber-KKN di desanya, sehingga penerapan program-program kami pun berjalan dengan lancar karena secara penuh didukung oleh masyarakat.
Mukena Warna Putih
Sebenarnya KKN yang dilakoni berjalan seperti pada umumnya. Kerja bakti bersama masyarakat, ikut membantu memperbaiki fasilitas umum yang rusak, mengajar anak-anak, dan penerapan program kerja yang telah dicanangkan sebelumnya, hingga pada akhirnya tercipta sebuah sebuah kisah yang cukup mampu membuat tertawa jika mengingatnya. Kisah lucu ini begitu lekat dalam memori hingga kini.Â
Selepas sholat subuh di rumah kepala desa yang mana menjadi base camp kami selama KKN, kami bergegas menuju ke lapangan desa untuk mempersiapkan apa-apa saja yang dibutuhkan untuk kegiatan senam bersama masyarakat. Pada saat itu, hari masih begitu gelap. Sekitar delapan orang berboncengan sepeda motor menuju lapangan desa. Melewati kebun karet, hari yang masih gelap semakin gelap. Awalnya semua berjalan normal seperti biasa, tapi tiba-tiba Resti berteriak, "Pocong!"Â
Sontak saja Raihan yang mengendarai vespa bersama Resti pun kaget. Raihan hilang kendali, semakin parah dengan kondisi rem vespa butut miliknya dalam kondisi tidak baik-baik saja akibat sudah cukup lama tidak diservis. Raihan dan Resti, mblusuk ke dalam kebun karet dan vespanya terhenti karena menabrak pohon karet. Untung saja mereka berdua selamat, hal ini karena laju vespa yang mereka tunggangi tidak bisa digeber dengan kecepatan tinggi. Maklum vespa tua butut.
Kami semua tertawa! Mengapa? Ternyata yang Resti teriaki pocong itu adalah seorang ibu yang berjalan pulang dari masjid setelah sholat subuh. Mukena warna putih yang dipakai membuat Resti terkejut karena ia kira pocong.Â
Pengalaman kocak ini selalu terngiang di benak kami. Ketika ada momen berjumpa dengan teman-teman KKN, kisah ini selalu diangkat dalam sebuah obrolan penuh rasa rindu di dalamnya. Kumpul-kumpul ngakak! (prp)