Seperti biasanya, saya selalu menghadiri kegiatan kumpul warga kampung pada minggu pertama di setiap bulannya. Kegiatan tersebut diisi dengan membaca surat yasin dan tahlil bersama-sama, kemudian dilanjutkan dengan berbincang-bincang santai sembari menikmati hidangan yang disediakan tuan rumah. Segelas teh manis hangat lengkap dengan berbagai macam varian gorengan mulai dari pisang goreng, tahu petis, hingga mendoan tersaji menemani interaksi hangat yang tercipta.
Setelah yasinan dan tahlilan usai, terdengar salah satu warga bercerita tentang pengalamanya saat mengambil uang di Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di dekat pabrik dimana beliau bekerja. Ketika beliau bercerita, suasana kumpul warga yang sebelum-sebelumnya selalu menghadirkan gelak tawa, kali ini menjadi sedikit berbeda. Semua pasang mata dan telinga tertuju pada alur cerita, semua yang hadir berusaha fokus untuk melihat, mendengar, dan ikut merasakan. Bu Yati, salah satu warga yang bekerja di pabrik garmen menceritakan pengalamannya saat mengambil uang di ATM. Beliau pada saat bubaran pabrik bergegas mencari ATM terdekat karena kehabisan uang untuk ongkos pulang. Tetapi tak disangka, sebuah permasalahan muncul. Ketika lembaran uang keluar dari mesin ATM, Bu Yati mencoba menghitung kembali lembaran-lembaran uang itu. Nominal yang ditarik sesuai, namun ada saja yang membikin hati kesal. Bu Yati menemukan uang dalam kondisi memprihatinkan, sobek dan jelas tidak akan laku! Posisi uang sobek itu berada di tengah-tengah lembaran-lembaran uang yang kondisinya baik bahkan masih baru. Sudah capai dihantam beban kerja, semakin kesal mendapati hal ini. Parahnya lagi, Bu Yati bercerita bahwasannya uang itu keluar dari ATM yang berlabel Bank BUMN.
Seminggu Berselang Saya Menjadi Korban Berikutnya
Obrolan itu masih terngiang-ngiang di kepala saya. Hingga pada akhirnya saya menjadi korban selanjutnya. Pada suatu pagi saya mendapati tidak ada uang cash di dompet saya. Saya pun bergegas pergi ke ATM terdekat untuk mengambil uang. Setelah saya memasukkan kartu dan menginput pin ATM, saya pun melakukan transaksi penarikan uang. Uang yang keluar dari mesin ATM saya cek satu per satu, benar saja saya menemukan selembar uang berwarna merah bergambar Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta sedang tersenyum dalam kondisi yang tidak utuh alias sobek dan sobeknya pun cukup parah, berada di tengah-tengah lembaran-lembaran uang lainnya. Mendapati hal itu, tentunya Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta pada lembaran uang itu masih tetap tersenyum, sedangkan saya tidak bisa senyum! Saya mengalami hal ini dua kali dan parahnya peristiwa ini terjadi di ATM pada bank berlabel BUMN yang berbeda. Parah! Kok ya bisa hal ini terjadi? Sungguh merugikan masyarakat.
Info yang saya dapatkan, ketika mendapat hal demikian uang dapat ditukar dengan rangkaian prosedur tertentu. Tapi, kalau dalam kondisi urgent tentunya hal ini butuh waktu untuk dilakukan dan sangat merepotkan. Entah siapa yang bertugas memasukkan uang ke dalam mesin ATM, entah siapa yang bertanggung jawab akan hal-hal yang merugikan ini. Satu hal yang pasti kisah menjengkelkan yang terjadi di ATM soal uang sobek ini sudah sering kita dengar, dan bahkan saya sendiri menjadi salah satu korbannya. Lembaran uang itu begitu berarti, mungkin buat beli beras, buat beli susu, atau mungkin buat beli bensin dalam keadaan darurat. Tapi kalau begini adanya siapa lagi yang dirugikan kalau bukan masyarakat. Sekiranya, saya mohon pihak-pihak terkait yang bertanggung jawab dapat segera berbenah. (prp)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H