"Yang paling hebat dari seorang guru adalah mendidik dan rekreasi yang paling indah adalah mengajar. Ketika melihat murid yang menjengkelkan dan melelahkan, terkadang hati teruji kesabarannya. Namun hadirkanlah gambaran bahwa diantara satu dari mereka kelak akan menarik tangan kita menuju surga. (KH. Maimun Zubair/Mbah Moen)"
Menjalani profesi sebagai guru memang penuh dengan cerita dan kesan tersendiri. Ragam tantangan dihadapi utamanya tentang bagaimana berinteraksi dalam konteks pembelajaran bersama murid di sekolah. Selalu saja ada hal-hal menarik di dalamnya. Jelas memang hal yang mengejutkan akan selalu hadir mewarnai, mengapa? Tentu saja karena keragaman murid dengan segala keunikan dan kekhasannya masing-masing. Terkadang, murid berhasil membuat guru menangis haru dan penuh kebanggaan atas segala torehan prestasinya, namun tak jarang pula guru diuji kesabarannya. Meski begitu, seorang guru rasanya tetap wajib bersyukur karena ketika kesabaran diuji akan senantiasa menyebut-nyebut dan mengingat-ingat Tuhan. Bukan begitu?
Rasanya akan selalu ada hal positif yang dapat dipetik ketika menghadapi murid yang beragam. Sejengkel dan selelah apapun kala berhadapan dengan murid, hal ini akan otomatis membuat kita menyebut nama Tuhan, istigfar misalnya. Ketika menghadapi murid yang menjengkelkan, perlu juga untuk melakukan refleksi dan bertanya kepada diri sendiri, "Apa saya mungkin juga menjengkelkan ya?"Kalimat reflektif ini menjadi pemantik motivasi untuk berbenah, sehingga akan menjadi lebih baik dan lebih asyik saat pembelajaran bersama murid-murid tercinta. Harapannya, murid akan menjadi nyaman kala berada bersama kita.Â
Menanam Kebaikan untuk Kebaikan
Teringat pesan Mbah Moen, bahwasannya mengajar adalah rekreasi dan murid adalah sebuah harapan yang mampu menolong kita masuk ke dalam SurgaNya. Pada saat pembelajaran, kesabaran benar-benar diuji. Kita pun pernah merasakan bagaimana menjadi seorang murid. Ketika berhadapan dengan guru yang killer, bagaimana kesan itu tercipta? Apakah tetap positif atau malah sebaliknya semakin menjadi negatif, bahkan muncul rasa dendam kala mengingatnya.Â
Ketika melakukan kesalahan dipermalukan di depan umum, dimarahi, bahkan sampai dengan kekerasan fisik. Pernahkan mengingat-ingat momen itu kembali kala duduk di bangku sekolah? Bagaimana yang dirasakan? Apakah muncul kesadaran dari dalam diri atau malah sebaliknya semakin menjadi. Tiap orang memiliki pengalamannya sendiri-sendiri. Namun satu yang pasti, jika ada pilihan untuk menanam kebaikan dengan ucap serta perilaku yang positif dalam mendidik, mengapa tidak? Bukankah ketika berbuat baik, maka kebaikan itu akan kembali kepada diri kita sendiri?
Budaya Positif dan Nilai Kebajikan Universal
Dalam mendidik dan mengajar atau menuntun murid dalam konteks pembelajaran, sudah tentu akan dihadapkan dengan ulah murid yang beragam. Kematangan berperan penting dalam kesiapan menghadapi hal-hal demikian dalam sebuah proses pembelajaran. Kesabaran akan terus diuji dan hal ini akan berdampak positif jika tepat dalam menyikapinya. Semangat menebar energi positif menjadi suatu hal yang menyelamatkan agar jangan sampai terjebak dalam emosi yang nantinya akan berdampak negatif bagi murid dan guru itu sendiri. Menciptakan budaya positif dengan nilai-nilai kebajikan universal yang terkandung di dalamnya perlahan akan mampu membangkitkan motivasi internal untuk terus berbuat baik tanpa merasa terpaksa. Penerapan budaya positif dengan nilai-nilai kebajikan universal adalah tentang bagaimana memanusiakan manusia. Pendekatan ini dirasa mampu dan efektif dalam proses pembelajaran, dalam upaya menuntun murid, dan dalam sebuah pendidikan yang memanusiakan manusia.
Melihat murid dengan segala tingkah perilakunya yang beragam, merupakan sebuah rezeki bagi seorang guru. Hal ini adalah momen bagi guru untuk terus belajar, inilah kesempatan belajar yang nyata yang Tuhan berikan. Melihat murid dengan segala keunikannya adalah sebuah kesempatam untuk menanam energi positif, menanam kebaikan, dan ilmu bermanfaat sehingga dengan kebaikan-kebaikan itulah yang akan menyelamatkan diri kita, membawa kita ke dalam SurgaNya, seperti apa yang disampaikan oleh tokoh, ulama, sekaligus guru bangsa, KH. Maimun Zubair. (prp)