Seorang ayah terbaring lemah di sebuah rumah sakit memanggil istrinya: "Bu, tolong panggil anak-anak, aku mau bicara. Aku mau bicara tentang kesiapan anak-anak dan Ibu sendiri kalau sewaktu-waktu aku dipanggil Tuhan nanti."
"Kami sudah lengkap, Pak."
"Kalau sewaktu-waktu Bapak dipanggil Tuhan, kalian sudah tahu tugas apa yang akan kalian kerjakan dalam bisnis kita ini."
:Ya, Pak. Kami siap mengemban tugas yang akan Bapak berikan."
"Sebagai anak pertama, kau Bapak tugaskan mengelola Apartemen belakang rumah kita," sambil mengelus kepala anak pertamanya: anak pertama mengangguk mengerti.
"Dan, kau, sebagai anak kedua, kau Bapak beri tanggung jawab mengelola Cluster di seberang jalan," sambil juga mengelus kepala anak keduanya, sang ayah memanggil anak ketiganya.
"Sebagai anak ketiga dan satu-satunya perempuan, tugasmu memang tak terlalu berat, tetapi kau tetap harus mengelola bisnis kita ini dengan profesional, ya? Cluster sebelah kakak keduamu menjadi tanggung jawabmu." Anak perempuannya mengangguk dan mengiyakan perintah ayahnya.
"Terakhir untuk Ibu. Tugas Ibu agak banyak: yaitu mengelola satu blok ruko di sebelah barat rumah kita." Â Ibunyapun mengangguk tanda mengerti. Lalu sang ayahpun tertidur pulas.
Seorang perawat yang dari tadi bersama Ibu mendampingi Bapak berkata: "Hebat, ya, Bapak ini, semua mendapat warisan. Seorang Bapak yang adil dan bijaksana. Pasti tak ada yang iri dan saling rebutan."
"Saya sebetulnya tak berminat, Suster. Kalau Suster mau, buat Suster saja." Suster tentu saja heran, mengapa si Ibu tak berminat dengan warisan yang telah dibagi dan kelihatannya rata dan adil tersebut.
"Yang dibagikan Bapak kepada saya dan anak-anak barusan bukan warisan harta, tetapi 'jatah antaran susu.' Suami saya adalah pegawai upahan pengantar susu ...................."