Gengsi lekat dengan martabat, harga diri atau kehormatan seseorang. Umumnya rasa gengsi memiliki konotasi negatif karena rata-rata fenomena yang terjadi di tengah masyarakat lebih mengacu pada dampak buruk yang mempengaruhi sulitnya seseorang dalam bergaul, munculnya sifat arogan, egois, tidak mau menerima masukan, dan lainnya. Sedangkan dalam bersosialisasi tentunya suatu individu menginginkan orang lain memiliki perspektif yang baik terhadap dirinya baik dalam aspek karakter, pencapaian hingga status sosial. Hal ini memunculkan motivasi internal untuk mendapatkan validasi yang menumbuhkan rasa puas karena dianggap menonjol serta memiliki ciri khas yang berbeda dengan individu lainnya dalam suatu wilayah khususnya bagi usia remaja. Selama fase pencarian jati diri, kalangan remaja cenderung mengeksplorasi hal-hal baru untuk menunjukkan eksistensinya terhadap teman sebaya, orang tua maupun lingkup yang lebih luas yang secara tidak langsung membentuk budaya adu gengsi. Namun, hal tersebut dapat diluapkan melalui kegiatan-kegiatan positif baik secara akademik maupun non-akademik yang dapat ditemukan di dalam dan juga luar lingkungan sekolah. Berikut beberapa contoh wadah ajang adu gengsi yang patut dicoba dalam menghadapi krisis identitas kalangan remaja :
1. Inovasi program kerja
Bagi organisator tentunya tidak awam mengenai program kerja yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Dalam organisasi tersebut para remaja memiliki wadah untuk membuat inovasi visioner baik sebagai bentuk pembaruan program kerja sebelumnya atau melahirkan program kerja baru. Organisasi juga berbeda-beda mulai dari perbedaan prinsip, fokus terkait isu tertentu, cakupan wilayah yang dinaungi, dan lainnya. Hal ini dapat disesuaikan dengan meninjau persepsi, visi dan misi antara suatu pribadi terhadap organisasi yang dituju.
Selain organisasi yang berfokus pada kemampuan interpersonal dan kolaborasi, terdapat komunitas yang dapat menyalurkan hobi para pelajar di sekolah berupa ekstrakulikuler, serta bagi para mahasiswa seperti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di instansi masing-masing. Dengan mengikuti organisasi dan komunitas positif tersebut dapat bermanfaat bagi kesehatan mental karena selain mengasah potensi yang dimiliki juga bisa sebagai sarana hiburan di tengah hiruk pikuk pembelajaran.
2. Kreatifitas koreografi pada suporter sekolah
Umumnya koreografi ini kerap dilangsungkan apabila terdapat pertandingan olahraga baik tingkat instansi hingga internasional. Kegiatan ini cocok bagi peminat seni dan individu yang ingin menyalurkan imajinasinya ke bentuk visual. Dengan keterlibatan koordinasi dari sekumpulan orang yang membentuk formasi juga berpengaruh dalam keberhasilan koreografi yang telah dikonsep.
3. Proyek kolaborasi dari berbagai latar belakang
Bergantinya Kurikulum K13 ke Kurikulum Merdeka dalam praktik pembelajaran menyebabkan berkurangnya presentase penugasan siswa yang awalnya lebih dominan materi sedikit berevolusi kepada pengembangan kompetensi, dan karakter peserta didik melalui pikiran kritis, komunikasi efektif, dan kerja sama antar individu yang lebih dikenal sebagai P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila).
Dari upaya-upaya di atas gengsi tidak selalu bersifat negatif dengan syarat seorang remaja memiliki kontrol diri dan pemikiran kritis sehingga menghasilkan dampak positif yang bermanfaat dalam pengembangan diri. Berikut beberapa tahap yang dapat dilakukan dalam mendukung penerapan rasa gengsi yang benar :
1. Mengenali minat dan bakat
Sebagai manusia tentunya Tuhan Yang Maha Esa menciptakan dengan potensi dan bakat masing-masing. Meskipun begitu, beberapa orang harus menggali bakat mereka dengan cara berani mengeksplorasi diluar zona nyaman yang dimiliki. Namun, hal tersebut tentunya hanya akan berdampak positif dan dapat memberikan banyak manfaat apabila ditekuni secara berkala.