Mohon tunggu...
Budi Prakarsa
Budi Prakarsa Mohon Tunggu... -

Saya karyawan biasa yang senang jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengalaman "Nembak" Paspor

28 Oktober 2012   09:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:18 2851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bermula 2 minggu lalu saya mendengar rekan dari Malaysia gagal ke Indonesia (Padang) gara-gara paspornya tidak genap 6 bulan masa berlakunya untuk dapat pergi ke luar negeri. Bayangkan betapa kesalnya dia karena tidak diperbolehkan pihak imigrasi Malaysia (KL) ke Padang karena paspornya tinggal 6 bulan kurang 1 hari dari tanggal expired date (tangga habis masa berlaku) paspor!!.

Nah, saya terkejut dua kali sebab sebaliknya, saya akan ke Sarawak minggu depan tapi paspor saya malah lebih parah: tinggal 4 bulan lagi. Mati aku! "Better you extend your passport now!" kata rekan Malaysia saya.

Senin kemarin, saya ngibrit mengumpulkan berkas-berkas dan langsung menuju ke Kantor Imigrasi Jakarta .... (saya rahasiakan). Karena sudah 5 tahun tidak ke kantor imigrasi, saya dengar-dengar dari rekan bahwa sedikit banyak sudah ada perubahan di Imigrasi. (reformasi gitu)

Tapi tetap ngga yakin. Jam 6.30 sudah berangkat dari rumah. Sampai pukut 7.15 pagi, antrian sudah panjang. Ini antrian orang-orang 'jujur" yang berusaha membuat paspor dengan cara benar....tanpa perantara atau calo. Tapi, sedihnya, ternyata pihak imigrasi sana hanya membatasi antrian sampai 100 orang saja. Lho gimana tahu antrian sudah lebih dari 100 ya? Dan gimana yang sudah jauh-jauh dan capek-capek antri?

OMG.., paspor saya nggak akan selesai pada waktunya nih. Karena dibutuhkan waktu minimal 7 hari kerja untuk selesai. Membuat paspor dan memperpanjang paspor sama prosedurnya. Akhirnya, karena sudah pesimis duluan, keluarlah saya dari antrian orang jujur.

OK, kali ini uang akan bicara. Saya googling "jasa pengurusan paspor" dari smartpone saya. Dan langsung saya buka urutan pertamanya dan juga langsung saya telepon saat itu . "Bisa pak!..., Bapak mau yang seselainya 1 hari, 2 hari, 3 hari? Jreng!...agak lega... tapi separuh otak saya berpikir soal duit. Berapa yaang harus saya bayar untuk dia ya? Yang pasti maskin cepat yang makin mahal. ''OK,..kalau 2 hari berapa"? Tanya saya. "Rp1.000.000 pak" kata dia.

Setelah tawar menawar, akhirnya deal angka Rp950,000 untuk 2 hari. Sementara pengurusan normal hanya Rp250,000.

Saya langsung berpikir setelah deal itu:Pertama, ini salah saya...karena lalai. Tapi berikutnya, kok masih bisa benteng Imigrasi ditembus calo yang katanya kenal dengan 'orang dalam'. Walaupun di ruang tunggu terdapat bilboard imigrasi " HINDARI CALO". Tetap saja yang paling sibuk di situ adalah para calo yang lincah dan cukup leluasa.

Pikiran ketiga saya: Kalau saya bisa sehari-dua hari selesai,...berarti memang seharusnya tidak perlu berlama-lama menyelesaikan paspor? Secara teknis, ya mirip-mirip pembuatan SIM atau KTP mungkin. Saya mengerti tidak sesimpel pembuatan KTP, misalnya karena berhubungan dengan imigrasi luar negeri juga. Tapi dengan uang Rp250 ribu, seharusnya bisa memperlicin kerja imigrasi, betul?

Begitulah pengalaman saya dalam 'menyuburkan' tindak percaloan. Walau kali ini calo tersebut saya anggap sebagai 'pahlawan' karena menyelamatkan paspor saya. Tapi semoga ini yang terakhir saya 'nembak" atau berhubungan dengan calo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun