Sore itu, Bang Ucok (Martua Hami Siregar) WFO (work from office) karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan terkait mitra kerja Ancol. Terburu-buru pulang mengejar waktu berbuka puasa, tapi tiba-tiba di parkiran depan Pasar Seni ada suara halus menyapa mengeong lirih. “Bang, kami lapar sekali…..”
Karena terburu-buru, Bang Ucok tidak mengacuhkannya. Namun bayangan sepasang mata bulat, berbulu kusut lusuh dan sangat sangat kurus, terus menemani Bang Ucok sepanjang perjalanan pulang. Bahkan sepanjang malam. Merasakan perut dalam keadaan kenyang, namun di sana ada makhluk kurus kepalaran sangat mengganggu pikirannya.
Mei 2020, dua bulan setelah Jakarta menutup semua fasilitas dan area publik karena pandemi, perlahan tapi pasti semua mulai merasakan dampaknya. Termasuk kucing-kucing yang berada di area Ancol. Sebelumnya mereka hidup dari belas kasihan pengunjung serta pemilik restoran yang memberikan sisa-siasa makanan. Sekarang, makanan maupun air bersih menjadi barang langka bagi para anak bulu ini.
Keesokan harinya Bang Ucok pun membawa sedikit makanan dari rumah, untuk Cathy, demikian nama yang diberikan kepada kucing yang sering menghampiri Bang Ucok di Pasar Seni, Ancol. Ternyata, banyak Cathy lainnya yang bernasib serupa. Semua kelaparan dan kehausan, kurus, kusut dan sakit. Awalnya ada sekitar lima puluh ekor kucing yang rutin mendapatkan makanan dan minum dari Bang Ucok, dibantu oleh Bang Hararis dan teman lainnya.
Ternyata, saat kita membiasakan untuk sungguh-sungguh melihat dengan mata, semakin banyak keadaan yang dapat ditangkap olehnya untuk diceritakan. Begitu pula yang dialami Bang Ucok dan teman-temannya, mereka menyadari bahwa ternyata di area Ancol, ada banyak kucing tak berpemilik yang terlantar.
Bagaimana Cathy bisa sampai di Pasar Seni Ancol?
Mengapa kucing-kucing ini bisa sampai di sana? Mungkin jawabannya hampir sama dengan mengapa di perumahan juga bisa ada banyak kucing liar berkeliaran. Ada yang melangkahkan kakinya sendiri ke sana, ada yang memang sengaja di buang oleh orang yang tidak menyukainya. Padahal kucing adalah hewan yang bersifat teritori, setelah kita membuang kucing dari satu area, akan muncul lagi kucing lain yang merasa bahwa area tersebut kosong dan dapat dia tempati.
Pendataan awal di tahun 2020 yang dilakukan oleh Bang Ucok dan temannya, mendapati bahwa ada sekitar dua ratus lima puluh ekor kucing terlantar di area Ancol. Tentunya memberi makan ratusan kucing setiap hari membutuhkan biaya yang tidak kecil.
Maka Bang Ucok berinisiatif membagikan kisah Cathy dan teman-temannya di grup Ancol, kemudian dibagikan Bapak Geisz Chalifah, Komisaris Ancol ke banyak WAG, salah satunya ke Alumni Nakasone Program.
Kebaikan selalu menemukan caranya sendiri, Mbak Adis Dewi ikut terketuk hatinya. Kebetulan Mbak Adis memiliki komunitas cat lovers, pecinta anak bulu, Kisah Cathy pun ia sebarkan di sana, dan kembali mengetuk hati beberapa malaikat tak bersayap. Akhirnya pada 8 Mei 2020, resmi dibentuk komunitas “The Cathy and Friends” dengan Bang Ucok, Mbak Adis, Cici Fifie Ho dan Fiona sebagai motornya.
Komunitas The Cathy and Friends
Komunitas malaikat tanpa sayap, itulah sebutan saya untuk mereka. Bayangkan, dua kali sehari melakukan street feeding, berkeliling Ancol membagikan makanan untuk para anak bulu di sana, dan itu dilakukan setiap hari sejak 2020 sampai hari ini. Makanan yang dibagikan direndam air terlebih dahulu, udara Ancol sangat panas, makanan yang basah diharap dapat menghindarkan mereka dari dehidrasi.
Sejak pagi Ci Fiona dan Fifie sudah bangun menyiapkan makanan untuk para anak bulu, yaitu dengan merebus tuna segar sampai masak, kemudian ikan dipisahkan daging dan duri-durinya, lalu daging ikan tuna dengan air kaldunya dimasukkan ke dalam baskom yang nanti dicampur dengan makanan kucing kering (dry food) untuk dibagikan. untuk kucing-kucing di Ancol,