Oei Ek Tjhong, Eka Tjipta kecil, terayun di dalam kapal, di tengah samudra, melawan lapar dan takut, berharap segera tiba di daratan dan berkumpul kembali dengan ayah tercinta.
Membaca kisah pengalaman Eka Tjipta Widjaja, serupa tapi tak sama dengan menonton film yang sangat menarik. Emosi kita ikut terayun sejak kisah awal kedatangan Eka kecil bersama ibunya. Membayangkan Oei Ek Tjhong, Â begitu nama kecilnya Eka Tjipta, yang kala itu masih berusia sembilan tahun terayun di tengah samudra, berlayar tujuh hari tujuh malam dari Cina menuju Makassar, menyusul ayah yang sudah terlebih dulu merantau ke Indonesia.
Jangan bayangkan pelayaran menyenangkan ala kapal pesiar, Eka dan ibunya bahkan terpaksa menempati bagian bawah kapal karena tidak mampu membayar untuk kamar kelas termurah sekalipun. Entah apa yang dirasakan Eka kecil kala itu.
Sesampainya di Makassar, Eka bekerja di toko ayahnya, ia harus segera melunasi hutang kepada renternir, membayar uang yang dipinjam  untuk biaya perjalanannya ke Makassar. Untunglah berkat kerja kerasnya, meski harus bekerja sambil bersekolah, hutang itu dapat terbayar. Namun karena keterbatasan biaya, Eka tidak melanjutkan pendidikan selepas SD.
Eka berkeliling Makassar menggunakan sepeda menjajakan kembang gula dan biskuit. Usaha ini berkembang, namun hancur di masa invasi Jepang. Tetapi bukan Eka namanya jika mudah berputus asa, dengan modal keberanian, didekatinya kepala komandan Jepang, mentraktir mereka dengan daging ayam putih gosok garam dan minuman yang dipinjam dari orang tuanya.
Hubungan baiknya dengan tentara Jepang berbuah manis, Eka bahkan diizinkan mengambil barang buangan dari tempat tentara Belanda. Ternyata  terigu, semen dan gula yang dibuang masih ada yang dapat dipakai. Terigu dan gula yang menggumpal ditumbuk, dibersihkan dan diayak untuk di jual kembali.
Ada pemborong bangunan kuburan yang tertarik dengan semen yang dimiliki Eka, namun alih-alih menjual semen begitu saja kepada si pemborong, Eka malah mengikuti jejak si pemborong, menjadi pembuat bangunan kuburan. Â Bisnis pertama ini dikembangkan Eka ke bidang usaha lainnya. Singkat cerita, usaha Eka mengantarnya masuk deretan orang terkaya di Indonesia pemilik Sinar Mas, perusahaan besar yang memiliki tujuh pilar bisnis.
Awal Mula Mengenal Tzu Chi
Dari  penjual biskuit keliling, pembuat bangunan kuburan, dan menjelma menjadi pengusaha yang menduduki posisi orang terkaya ke dua di Indonesia, tidak menjadikan Eka Tjipta jumawa. Orang-orang mengenal Eka Tjipta sebagai sosok yang rendah hati dan mau mendengarkan.Â
Termasuk mendengarkan cerita  sekretarisnya Wen Yue, tentang apa yang dikerjakan oleh organisasi Tzu Chi, sebuah lembaga kemanusiaan yang dengan prinsip cinta kasih universal, yang terus menerus memberikan bantuan kepada lebih dari 120 negara tanpa memandang agama, suku bangsa maupun ras.
Dari mendengarkan, muncul rasa tertarik untuk mengenal Tzu Chi lebih dalam, ketertarikan inilah yang mengantarkan Eka Tjipta bersama putranya Franky Oesman Widjaja menemui pimpinan Tzu Chi, Â Master Cheng Yen di Hualien, Taiwan pada 9 Mei 1998.