Hari ini hari donor darah, begitu tulisan di salah satu grup whatsapp. Tulisan ini langsung menerbangkan anganku, pada sebuah pengalaman terkait donor darah beberapa waktu lalu.
Seorang sahabat, yang juga guru di sekolah tempatku mengajar, mengalami masalah dengan fungsi ginjalnya. Kondisinya sudah cukup parah, sehingga mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin/Hb darah yang cukup signifikan.
Akibatnya sahabatku ini mengalami pusing yang cukup hebat, kesulitan bernafas dan lemas. Puncaknya, persis di malam tahun baru, mendadak sesak lagi sampai lemas. Kami guru-guru yang tinggal berdekatan, mengantarkannya ke Instalasi Gawat Darurat/ IGD sebuah rumah sakit pemerintah.
Jangan dikira malam tahun baru rumah sakit tenang dan sepi, yang terjadi adalah sebaliknya, begitu banyak pasien yang butuh penanganan dokter di ruang IGD. Mulai dari korban kecelakaan kendaraan, keracunan alkohol, berkelahi, sampai yang membutuhkan penanganan darurat akibat penyakit menumpuk jadi satu.
Setelah diperiksa oleh dokter jaga, sahabatku masih harus duduk di ruang IGD untuk menunggu hasil pemeriksaan laboratorium sebelum dirujuk ke kamar rawat inap. Ya, benar-benar duduk, karena semua ranjang yang tersedia penuh dengan ditemani satu orang. Yang lainnya menunggu di luar ruang IGD.
Setelah tiga jam duduk di kursi, sekitar jam dua dini hari barulah ada ranjang yang bisa ditempati di ruang IGD, dan jam enam pagi baru masuk ke kamar rawat inap. Rekan guru yang lain datang di pagi hari, menggantikan kami menemani di ruang rawat inap.
Di tahun baru, tanggal satu Januari, aku tidur sepanjang hari, mengalahkan orang yang bergadang merayakan tahun baru. Ketegangan di malam sebelumnya mengkhawatirkan kondisi sahabatku, menguras seluruh tenaga.
Belum hilang rasa Lelah, jam sebelas malam, tiba-tiba datang berita dari teman yang berjaga di rumah sakit, Miss, butuh donor darah, Hbnya tambah drop. Harus segera dicarikan darah, delapan kantong darah. Harus malam ini.
Panik, segera kami buat pengumuman, untuk disebarkan ke sesama rekan guru, teman bahkan orang tua siswa.
Seharusnya jumlah delapan pendonor (dengan asumsi satu donor satu kantong darah) tidak sulit untuk kami dapatkan, masalahnya ini sudah tengah malam, orang-orang banyak yang sudah tidur dan menonaktifkan telepon genggamnya. Yang masih bangun pun kebingungan bagaimana caranya ke rumah sakit tengah malam karena tidak punya kendaraan pribadi.
Tapi karena pesan dari rumah sakit sangat jelas “butuh segera”, segala daya kami kerahkan untuk mencari pendonor yang sesuai dan memenuhi syarat untuk jadi pendonor.