“ Ma…, tadi aku sakit perutnya beneran sakit Ma, banget, sampe menyiringit, sekarang sudah nggak sakit.” lapor si Bungsu. Nah, saya malah fokus dengan kata “menyiringit”nya. “Maksudnya sampe kamu mengernyit ?” tegas ku. “Nah, itu dia Ma, dia terkekeh, ya, me – nger -nyit.” Dia eja perlahan-lahan.
Lalu di lain waktu “Hati merana itu apa Ma, sedih ya?”. Saya jawab “Sedih yang pake banget Dek….”.
“Jadi kalo bilang aku merana karena soto yang mau dibeli habis, gak boleh?” “Boleh aja kalau mau dibilang lebay.” Jawabku menggodanya.
Dan masih ada beberapa kosakata dalam Bahasa Indonesia yang dia cukup kelabakan dalam mengucapkannya atau bingung dengan artinya.
Ya, ini adalah salah satu fenomena anak yang bersekolah di sekolah SPK, penyampaian materi dalam Bahasa Inggris membuat mereka hanya paham Bahasa Indonesia baku. Kalau kata-kata yang sudah ranah sastra dijamin bingung.
Untuk mengatasinya, saya sering sodorkan dia bacaan berbahasa Indonesia, novel Ilana Tan salah satu yang dia sukai. Sekarang kalau ada artikel dari kompasioner yang menarik untuk anak seusianya, juga saya share ke dia.
Kosakatanya juga bertambah banyak setelah dia jatuh cinta dengan lagu-lagu dari Yura Yunita dan Nadine.
Apa itu sekolah SPK?
Sejak 1 Desember 2014, tertuang dalam Permendikbud Nomor 31 Tahun 2014, tidak ada lagi sekolah swasta di Indonesia yang memakai sebutan international school/sekolah internasional. Namun diganti istilahnya menjadi sekolah SPK, Satuan Pendidikan Kerjasama.
Sebutan untuk satuan pendidikan/sekolah swasta di Indonesia yang bekerja sama dengan lembaga pendidikan asing yang terakreditasi di negaranya.
Selain kurikulum dan fasilitas, salah satu ciri yang menonjol pada sekolah SPK adalah bahasa pengantarnya. Kebanyakan mereka menggunakan Bahasa Inggris di kelas, tentunya termasuk buku pelajarannya. Kecuali untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia dan beberapa mapel lokal, tetap menggunakan Bahasa Indonesia.