Mohon tunggu...
Lalu Ridho Arindi
Lalu Ridho Arindi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

penyuka sastra dan pemerhati politik dan pemerintahan,keseharian sebagai pamong dan praktisi kehumasan di salah satu kabupaten di Pulau Lombok. follow me @Ridho19

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masyarakat Lebih Berdaya Ketika Diberi Kesempatan

17 April 2014   16:47 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:34 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ini adalah catatan penulis ketika berkunjung ke Desa Sambelia, salah satu Desa di lereng Gunung Rinjani dalam rangka tugas kehumasan.

Salah satu gagasan Osborne dan Gaebler dalam bukunya Reinventing Government/ Mewirausahakan Birokrasi (1993) adalah steering better than rowing, pemerintah yang mengarahkan lebih baik daripada mengayuh. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa masyarakat lebih mengetahui permasalahan mereka sendiri dan pemerintah cukup menggiring mereka ke arah solusi.

Implementasi dari pokok pikiran ini oleh Pemerintah Indonesia bisa kita lihat pada Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat atau disingkat PNPM Mandiri, yang diluncurkan untuk pertamakalinya oleh Presiden RI Soesilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah.

Pada saat diluncurkan PNPM Mandiri terdiri dari, PNPM Mandiri Perdesaan yang dikelola oleh Dirertorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri dan PNPM Mandiri Perkotaan yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum.

Sejak 2007 lalu program ini menorehkan cukup banyak catatan positif dalam mendorong terciptanya pembangunan partisipatif dan memberdayakan masyarakat, yakni memberikan porsi yang lebih bagi masyarakat dalam kegiatan pembangunan yang dimulai dari tahap perencanaan, pembangunan dan operasionalnya. Sedikit best practice- dari program ini adalah usaha masyarakat Desa Sambelia dalam mencukupi kebutuhannya akan ketersediaan air bersih yakni dengan mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pengelolaan Air Minum Tibu Meong yang dibiayai dari dana PNPM Mandiri.

Diceritakan oleh Suparjan ketua pengelola PAM Tibu Meong, pendirian BUMDes ini berangkat dari keperihatinan dirinya dan para ibu-ibu rumah tangga akan akses air bersih yang selama ini menjadi persoalan di bumi selaparang bagian timur. “Ide ini digagas oleh para ibu-ibu saat rapat di desa terkait pengelolaan dana PNPM,” tuturnya, saat diberik kesempatan menyampaikan sambutan pada acara peresmian kegiatan PNPM Mandiri Pedesaan dan PNPM MPd Generasi bertempat di halaman Kantor Camat Sambelia yang dibuka oleh Asisten I Bidang Pemerintahan Drs. H. Sahabuddin, MM bertindak mewakili Bupati Lombok Timur, Sabtu (13/04)

Sangat ironis memang, ketika air bersih masih menjadi persoalan kronis di daerah ini, mengingat Sambelia berada di lereng Rinjani yang memiliki banyak mata air, bahkan ketika musim penghujan daerah ini menjadi langganan banjir bandang, begitu banyak air yang terbuang percuma. Berangkat dari sinilah ketika ide ini disampaikan oleh ibu-ibu pada saat rapat, langsung “diiyakan” walaupun ada pihak yang tidak menyetujui, dalam pengambilan suatu keputusan pro dan kontra adalah kewajaran.

Mereka tidak menunggu terlalu lama untuk kemudian bergerak, Suparjan dan masyarakat lainnya mulai merealisasikan ide tersebut meski diawal-awal tak jarang terdengar nada pesimis dan cemoohan dari beberapa warga yang tidak setuju, mereka terus melakukan ikhtiarnya. Mereka secara bergotong-royong memasang pipa-pipa di mata air di atas bukit sana dan membuat bak-bak penampungan besar yang dialirkan ke rumah-rumah warga, mereka telah menjawabnya dengan mendatangkan manfaat, alhasil berdirilah PAM Tibu Meong. Penamaan  Tibu Meong cukup unik, diambil dari kata “Tibu” artinya sumber air dan “Meong” artinya kucing, cerita masyarakat setempat di tempat dibangunnya bak penampung air saat ini dulunya banyak kucing yang tinggal di sana.



Dari modal awal yang dikucurkan 200 juta-an, kini pendapatan PAM Tibu Meong rata-rata tiga juta rupiah per bulannya, 30 persen ditabung untuk pengembangan jaringan, bahkan jangkauannya tidak hanya Desa Sambelia dan kini telah menjangkau desa-desa di sekitarnya.

Kesimpulannya, masyarakat akan lebih berdaya ketika diberi porsi yang lebih besar dalam menentukan masa depannya.(Ridho)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun