Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) telah menjadi momok yang merusak tatanan negara dan menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Salah satu lembaga yang menjadi harapan rakyat untuk memberantas KKN adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, upaya KPK sering kali mendapatkan tantangan berupa narasi manipulatif yang bertujuan untuk mengaburkan fakta dan memutarbalikkan realitas. Salah satu contoh nyata terjadi baru-baru ini, ketika dugaan keterlibatan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam kasus suap muncul ke permukaan.
KPK tengah mengusut dugaan keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam kasus suap terkait proyek tertentu. Langkah ini adalah bagian dari komitmen KPK untuk mengungkap praktik korupsi, termasuk yang melibatkan tokoh-tokoh penting dari partai politik besar. Namun, alih-alih mendukung proses hukum, muncul gerakan propaganda yang mencoba menggiring opini publik seolah-olah partai tersebut menjadi korban kriminalisasi politik.
Poster seruan aksi damai yang beredar dengan tema "Stop Kriminalisasi Politik terhadap PDI Perjuangan" adalah salah satu contoh upaya playing victim. Aksi ini bertujuan untuk mempengaruhi persepsi masyarakat, menciptakan kesan bahwa proses hukum yang dilakukan KPK adalah hasil intervensi politik terhadap partai, bukan langkah hukum yang independen.
Gerakan seperti ini adalah salah satu bentuk strategi manipulatif yang disebut playing victim. Strategi ini bertujuan untuk memposisikan pelaku atau pihak yang sedang diselidiki sebagai korban, guna membangkitkan simpati publik. Dalam kasus ini, narasi kriminalisasi politik digunakan untuk menutupi dugaan korupsi dan mengaburkan inti permasalahan, yaitu kejahatan terhadap keuangan negara yang berdampak besar pada rakyat.
Lebih jauh lagi, poster aksi yang menyatakan "tanpa kompensasi dana transportasi atau apresiasi finansial" justru membuka fakta yang bertentangan. Banyak laporan dari aksi-aksi serupa sebelumnya menunjukkan bahwa kompensasi finansial sering diberikan untuk menggerakkan massa. Pernyataan ini dapat dilihat sebagai upaya untuk menutupi pola lama sambil tetap mencoba menggiring opini publik.
Korupsi, dan Suap adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang memiliki dampak luas, di antaranya:
1. Kerugian Negara: Uang negara yang seharusnya digunakan untuk pembangunan, pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat sering kali disalahgunakan demi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
2. Ketimpangan Sosial: Korupsi memperburuk ketimpangan sosial, karena alokasi anggaran yang tidak tepat sasaran.
3. Merosotnya Kepercayaan Publik: Korupsi di kalangan pejabat dan partai politik melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan institusi negara.
4. Terhambatnya Pembangunan: Infrastruktur, pendidikan, dan layanan publik menjadi korban langsung dari praktik KKN.