Mohon tunggu...
pradnya paramitha
pradnya paramitha Mohon Tunggu... -

karyawati di jakarta, ingin membuat hidup menjadi lebih sederhana....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ritual di Negeri Orang Tak Berakal (III) - Tamat

10 Agustus 2010   07:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:09 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minggu sore, seorang sahabat dari kampung halaman datang ke Jakarta, dan bertandang ke rumahku, dia seorang yang aktif dalam organisasi non-profit, mahasiswa S3 sebuah PTN  di Yogya, namun masih tetap seorang idealis yang hidup melajang sebagai pilihan hidupnya.  Dalam banyak hal, diia sosok yang jauh berbeda denganku, meski demikian kami menikmati perbedaan tersebut..

Meski kadang obrolannya terasa terlalu 'tinggi' buatku, aku berusaha memahami pendapat dan keprihatinannya serta mendengarkan keluhannya.  Berikut rangkuman obrolan dengannya di teras rumahku yang tertutup pohon mangga...

Jadi bagaimana peranan polisi sebagai pengayom masyarakat ?

Polisi aparat penegak hukum yang terhormat itu, seolah-olah tanpa harga diri membiarkan anak bangsa ini melanggar hukum demi alasan “penegakan hukum”. Rasanya tidak masuk akal bahwa polisi kita yang hebat itu tidak punya nyali untuk melakukan tertib hukum terhadap FPI. Apakah polisi sengaja melakukan pembiaran terhadap FPI karena FPI adalah anak didikan (peliharaan) mereka seperti yang dituduhkan oleh beberapa pihak selama ini? Polisi oleh banyak pihak diberi acungan jempol berkat keberhasilannya menangkap para gembong teroris. Namun demikian, itu semua tidak menghilangkan kenyataan bahwa polisi tidak menjalankan perannya sebagai pengayom masyarakat manakala ada masyarakat yang dipukuli, rumah atau tempat usahanya dirusak.

Bahkan bila masyarakat tersebut dinilai sebagai pelanggar hukum, polisi tetaplah wajib melindungi keamanan mereka, dan hak-hak mereka yang lain, karena masyarakat telah menyerahkan haknya untuk melindungi dirinya kepada polisi. Kalau polisi gagal melindungi masyarakat, apalagi tidak peduli terhadap hak masyarakat untuk mendapatkan rasa aman, harusnya polisi membiarkan warga masyarakat untuk melindungi diri mereka sendiri dengan misalnya mengijinkan masyarakat untuk mempersenjatai diri dengan senjata api seperti yang dimiliki oleh polisi.

Apakah polisi gagal menjalankan misi yang dipercayakan padanya... ?

Selama ini masyarakat memberi kepercayaan kepada polisi untuk memiliki dan menggunakan senjata api karena mereka diserahi tanggungjawab untuk melindungi warga masyarakat. Namun, ketika tugas itu tidak dijalankan sudah semestinya masyarakat mengambil haknya kembali. Apakah itu jalan yang akan kita ambil ? Andai kita tidak punya akal, itulah pilihannya. Faktanya polisi tetap kita berikan wewenang sebagai pelindung masyarakat, karena itu bagian dari komitment kita terhadap adanya negeri ini. Manakala polisi mengingkari komitment itu, berarti polisi telah menghancurkan negeri ini.

Nasib rakyat selanjutnya... ?

Di tengah nasib anak bangsa yang keamanannya tidak terjamin itu rasanya tak masuk akal presiden sebagai pemimpin bangsa justru dengan terbuka menyatakan kawatir akan keselamatan dirinya karena diancam teroris. Ada tanggapan sinis terhadap pidato presiden itu. Mengapa presiden mengeluhkan keselamatan dirinya, tetapi dia tidak pernah mengeluhkan keselamatan dan keamanan rakyat yang memilihnya? Bukankah sudah sewajarnya bahwa seorang pemimpin negeri menghadapi resiko seperti itu ?  Rasanya pemimpin-pemimpin yang mendahuluinya tidak secengeng itu dalam menghadapi ancaman terhadap dirinya. Ataukah itu bagian dari upacara ritual pencitraan presiden untuk menarik simpati masyarakat tanpa peduli kondisi para pemilihnya....

Sungguh memprihatinkan.....

Itulah....  beginilah ritual di negeri orang-orang yang tidak berakal.....

S E L E S A I

Mas SR, bacalah tulisan ini... semoga kembali mengingatkanmu padaku, hehehe... pisss  :D :D

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun