Kritik Sastra Pendekatan Pragmatik
Film : Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI)
..karena, setiap keluarga punya rahasia
Film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI) yang tayang awal 2020 ini diadaptasi dari buku quotes berjudul sama karya Marchella F.P., hasil curahan hati warga net di sosial media. Kemudian Angga Dwimas Sasongko sang sutradara mengemas buku laris tersebut dengan cerdas dan berhasil memainkan emosi penontonnya, termasuk saya yang relatif tergolong "lempeng" kecuali berhadapan dengan film komedi.Â
Sesuai dengan tagline-nya #setiapkeluargapunyarahasia, film NKCTHI menceritakan tentang kehidupan sepasang orang tua dengan tiga orang kakak beradik anak yang terlihat baik-baik saja namun ternyata menyimpan trauma kenyataan hidup berkepanjangan. Dimainkan oleh aktor dan aktris besar, film bergenre drama keluarga ini memperlihatkan realita keluarga yang tentu sangat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Tiap pemain terlihat cukup menjiwai karakter yang mewakili permasalahan masing-masing peran.
Sosok Pak Narendra yang makin tua makin menyebalkan protektifnya, diperankan dengan baik oleh Oka Antara (ayah muda) dan Donny Damara (ayah tua). Juga sosok Ibu Narendra yang hangat namun cenderung pasif, yang diperankan Niken Anjani (ibu muda) dan Susan Bachtiar (ibu tua). Serta ketiga anaknya yang berkepribadian berbeda-beda tersampaikan dengan natural dan tidak kelewat dibuat-buat. Selanjutnya saya mencoba membedah dan menganalisis penokohan mereka.
Analisis Penokohan
Sosok Angkasa, anak sulung keluarga Narendra, dengan baik diperankan oleh M. Adhiyat saat kecil, Sinyo Riza saat SMP, dan Rio Dewanto saat dewasa. Sebagai anak sulung dari dua bersaudara, saya cukup mengerti perasaan Angkasa, bahkan pernah merasa demikian walau dengan kadar yang jauh dibawahnya. Yakni tentang tanggung jawab menjaga adik-adik yang diamanahkan oleh orangtuanya, apalagi Angkasa adalah anak laki-laki pertama dalam keluarga Narendra. Saya bersimpati dengan tokoh Angkasa. Bagaimana lelahnya ia memikul tanggung jawab besar di pundaknya, yang menurut saya tidak adil. Walau yang terjadi dalam film, Angkasa sering ditegur dan disalahkan atas perbuatan adik-adiknya. Adegan yang paling tidak adil adalah ketika Angkasa dimarahi ayahnya dan dianggap penyebab Awan mengalami musibah (ditabrak). Memang Angkasa terlambat menjemput karena sedang ada urusan, tapi Awan juga sudah cukup dewasa dan perlu berlatih menjaga diri. Kenapa Pak Narendra tidak berpikir itu sebagai musibah yang bisa dialami oleh siapa saja? Sepertinya itu lebih bijak. Atau, kenapa hanya Angkasa yang disalahkan, padahal sebagai ayah harusnya Pak Narendra juga ikut bertanggung jawab. Terlepas dari harapan ayahnya bahwa Angkasa harus bersiap menjadi pengganti orangtua mereka, menurut saya selama orangtua mereka masih ada, anak-anak tetap menjadi tanggung jawab orangtua nya masing-masing.Â
Aurora yang diperankan oleh Syaqila Afiffah Putri saat kecil, Nayla D. Purnama saat SMP, dan Sheila Dara Aisha saat dewasa, lumayan membuat saya tertegun (semoga benar istilahnya). Tampilan emosi yang muncul di wajah Aurora ketika berulang kali kecewa dan merasa tidak diperhatikan oleh ayahnya, membuat saya berempati pada si anak tengah ini. Posisinya yang sering terjepit di antara perbedaan perlakuan terhadap kakak dan adiknya. Walaupun demikian, ia tetap terus berusaha keras membuktikan bahwa keberadaannya juga penting. Hal ini tergambar dalam adegan Aurora yang berprestasi di berbagai bidang, seperti berenang dan melukis, hanya agar suatu saat datang waktu ia juga diperhatikan orang tuanya seperti kedua saudaranya. Semua perasaan yang bertahun-tahun dipendam ini kemudian mencapai sebuah titik meledak pada saat Narendra dan Awan bertengkar pada saat pameran yang bagi Aurora sangat penting.Â
Bisa dibilang, dua tokoh anak sulung dan tengah ini lah yang paling menarik bagi saya. Kemudian, ada sosok Awan, anak bungsu yang hidupnya menjadi tanggung jawab semua anggota keluarga. Sosok orang termuda di keluarga yang selalu mendapat perhatian lebih dibanding yang lainnya ini diperankan Alleyra Fakhira saat kecil, dan Rachel Amanda saat dewasa. Sikap Awan yang memberontak akibat tekanan dan sikap over protective dari ayahnya lah yang akhirnya dapat mengungkap rahasia dan trauma besar dalam keluarga Pak Narendra.
Kritik Sastra PragmatikÂ
Sebagai wujud apresiasi karya sastra film Indonesia, saya melakukan analisis kritik sastra dengan pendekatan pragmatik. Sejalan dengan definisi pragmatik, film ini cukup berikan perspektif baru soal pentingnya keterbukaan dalam keluarga pada kehidupan saya. Dari cerita keluarga Narendra, saya belajar bahwa ada kondisi dalam keluarga dimana anak butuh yang namanya pengakuan. Saya juga diperlihatkan pada wujud cinta seorang ayah yang berlebihan, serta rasa sedih dan sakit hati seorang ibu yang dipendam selama bertahun-tahun hingga akhirnya menjadi sebuah rahasia.