Mohon tunggu...
pradipta wira
pradipta wira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

I am a one year student of Biomedical Engineering in Airlangga University who is hard working person, as proven by my passion for improvement in every change I had. I have a career interest in biomaterial, data software, and social science. Beside that, I like to word in team and continue experience to be use as learning and also solve problem

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konflik Papua Merdeka : Lebih Baik Melalui Militer atau Dialog?

8 Juni 2024   17:00 Diperbarui: 14 Juni 2024   08:29 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaannya sejak 17 Agustus 1945, namun hingga hari ini gerakan separatis di tanah Papua tidak kunjung menemukan titik akhirnya. Pemerintah berupaya untuk meredam gerakan tersebut dengan menetapkan Papua sebagai daerah Otonomi Khusus (Otsus) sejak 1999 agar Papua memiliki hak dan kewenangan sendiri  untuk mengatur wilayahnya, namun penetapan tersebut tidak berjalan mulus di lapangan. Dalam waktu hampir 10 tahun sejak penetapannya, tidak  terjadi perbaikan pemerintahan dan pembangunan yang signifikan, sehingga rakyat Papua menjadi kecewa karenanya (Delvia Ananda dan Skolastika Genapang, 2021). Keberadaan tambang Freeport juga memicu masyarakat Papua semakin gencar melakukan gerakan separatisme, pasalnya Freeport mendirikan berbagai fasilitas modern untuk kepentingan eksploitasi pertambangan, bukan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat Papua sebagai pemilik hak ulayat atas tanah, sehingga masyarakat Papua mengalami penurunan kualitas hidup tanpa adanya reparasi berkala untuk mengurangi dampak eksploitasi tambang tersebut terhadap lingkungan. Situasi ini semakin memicu Organisasi Papua Merdeka (OPM), Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) untuk memisahkan diri dari NKRI melalui gerakan separatisme. Ditambah lagi pada  Agustus 2019 lalu terjadi diskriminasi mahasiswa Papua di Surabaya tepatnya di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan III, Jl. Kalasan, No.10 Surabaya karena tuduhan mematahkan tiang bendera dan membuang bendera merah  putih ke selokan, padahal hingga saat ini belum diketahui siapa dalang dibalik pencabutan dan pembuangan bendera tersebut. Peristiwa ini semakin mendorong ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) untuk menaikkan peristiwa tersebut kedalam berita internasional, hingga puncaknya terjadi demo berdarah di Jayapura dan Wamena pada 2019 yang menuntut penyelesaian atas peristiwa ‘rasis’ tersebut.  

Sebaiknya Melalui Pendekatan Militer atau Negosiasi Dialog?

Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan Pemerintah Indonesia akan melakukan pendekatan dengan mengedepankan “operasi teritorial”, bukan lagi  “operasi tempur”. Hal ini disampaikan Mahfud MD usai bertemu mantan Panglima TNI, Jenderal Andika Perkasa pada November 2021. Jenderal Andika Perkasa menyatakan pihaknya akan mengadakan perubahan dalam menangani konflik bersenjata di Papua. Namun fakta dilapangan menyatakan sebaliknya, Danramil 04 Aradide Letda Inf Oktovianus Sogalrey  yang gugur tertembak oleh OPM menyulut amarah aparat TNI/Polri untuk memburu pelaku karena telah melanggar HAM. Melalui fakta tersebut, pemerintah mencoba menempuh pendekatan lain melalui negosiasi dialog.  

Theys Hiyo Eluay, ketua Presidium Dewan Papua (PDP), menginisiasi dan merealisasikan gagasan dialog Jakarta-Papua. Dialog Jakarta-Papua merupakan istilah yang sering dipakai untuk menggambarkan proses negosiasi yang berlangsung dalam penyelesaian konflik di Papua. Namun pada prosesnya dialog tersebut terhenti sejak 2019 lalu, Mahfud MD ketika menjawab pertanyaan BBC News Indonesia pada 28 Mei 2021 mengatakan “Kalau dialog Jakarta-Papua seakan-akan program khusus seperti pertemuan tingkat tinggi, itu tidak diperlukan lagi dan tidak akan bisa karena tidak ada yang bisa mewakili rakyat Papua”, pada dialog Jakarta-Papua yang sudah dilaksanakan sebelumnya, perwakilan rakyat yang terpilih dianggap kurang mewakili suara rakyat Papua dan dipandang hanya mewakili beberapa golongan untuk maksud dan tujuan tertentu. 

Jika Dialog, Siapa yang Pantas Mewakili Masyarakat Papua? 

Upaya pemerintah pusat untuk mengajak masyarakat papua dalam melakukan negosiasi dialog masih dalam tanda tanya untuk menentukan siapakah representasi masyarakat Papua, mengingat dialog yang dibangun harus menyesuaikan dengan nilai-nilai luhur yang  masih dipegang erat oleh masyarakat Papua. Delvia Ananda dan Skolastika Genapang dalam penelitiannya yang berjudul Proses Negosiasi Konflik Papua : Dialog Jakarta-Papua mengemukakan bahwa aktor negosiasi konflik Papua dalam Dialog Jakarta-Papua yang harus dilibatkan dibagi menjadi pihak internal dan pihak eksternal. Pihak Internal meliputi : Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengatur regulasi atau kebijakan dalam penyelesaian konflik Papua ; Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai pertimbangan  untuk mencari solusi yang sesuai karena kelompok ini sering melakukan gerakan separatis dengan berbagai cara ; Kepala Suku atau Tokoh Agama sebagai fasilitator dalam proses negosiasi konflik sekaligus indoktrinasi mengingat peran mereka masih dihormati dan didengarkan ; serta masyarakat sipil Papua sebagai pihak yang berada di tengah pro-pemerintah tetapi mendapat intimidasi KKB atau  OPM.

Konflik yang terjadi di tanah Papua merupakan konflik vertikal antara masyarakat Papua dengan Pemerintah Indonesia. Dalam penyelesaiannya jalan kooperatif yang dapat ditempuh tanpa menggunakan pendekatan militer yaitu melalui negosiasi dialog yang diharapkan dapat menghasilkan win-win solution, Pemerintah Indonesia diharapkan mampu mengajak seluruh masyarakat Papua untuk melakukan diskusi melalui pihak-pihak yang dapat merepresentasikan masyarakat Papua serta yang dapat membawa aspirasi masyarakat papua secara general tanpa melibatkan kepentingan khusus atau kepentingan perorangan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun