Cepat bosan,
Mudah males,
Sulit menghafal,
Sulit memahami,
Gampang lupa,
Susah konsentrasi,
Capek,
Aarrgghhhh.....
Dan masih banyak lagi deretan kata-kata yang dikeluhkan saat kita mulai belajar sesuatu. Coba kalau mau jujur, saya yakin Anda juga setuju bahwa sebagian besar anak atau siswa memiliki kata-kata itu dalam benak pikirannya ketika mereka mulai dilanda keputusasaan dalam belajar.
Belajar memang bukan sesuatu yang mudah apalagi menyenangkan. Apabila ditelaah lebih jauh, mungkin dulu orang tua kita juga mengalami problema yang sama. Dengan demikian, sebenarnya kita sadar bahwa problema-problema belajar ini telah berlangsung dari generasi terdahulu sampai sekarang.
Keganasan teknologi modern saat ini sukses mempengaruhi masyarakat dari segala penjuru. Tentu dengan semua notification yang masuk dalam medsos cukup mengganggu konsentrasi dalam berpikir. Pasti pernah kan, bangun pagi-pagi terus buka gadget nonton video terbaru maupun terpopuler di Youtube.Â
Sebelum berangkat kerja cek pemberitahuan masuk di Facebook. Waktu rapat dengan Boss juga cek handphone untuk melihat pemberitahuan masuk di Instagram, BBM, Whatsapp, Twitter dan medsos lainnya. Uniknya lagi, tak ada pemberitahuan apapun kita masih aja schrolling buat mencari-cari sesuatu untuk memenuhi kepuasan batin. Rasanya "haus" aja kalo belum membuka medsos yang terinstal di smartphone kita. Nampaknya segala hingar bingar dunia maya mampu memacu otak untuk melepaskan hormon endorfin yang diyakini sebagai kunci hormon kebahagiaan. He... he... he... Lebay!!!
Sayangnya, penetrasi internet pada lingkungan kita menjadi salah satu faktor yang menyebabkan problema dalam belajar meningkat. Hanya berbekal smartphone kita bisa chattingdengan kawan tanpa harus bertemu langsung dengannya. Dalam hitungan detik kita dapat menyampaikan informasi lebih cepat dan akurat.
Hanya sekali click, kita dapat mengirim pesan ke ratusan orang. Namun, jika kita semakin larut dalam situasi tersebut, tak menutup kemungkinan kita akan berperilaku anti sosial. Misalnya menghubungi rekan kerja yang berada dalam satu ruangan saja pakai BBM. Lagi asyik ngopi bareng teman tapi malah sibuk dengan dunianya sendiri di handphone. Ironisnya, dalam dunia anak-anak tentu kita pernah menemukan anak yang sudah kecanduan gadget cenderung lebih senang bermain dengan gadgetnya dibanding dengan anak-anak lain.
Celakanya, sebagian besar di antara kita menganggap problema-problema ini adalah "wajar", alias bukan suatu problema lagi. Sedangkan anak yang menyukai dan "ketagihan" belajar adalah suatu kejadian yang khusus. Bahkan kita dapat menyebutnya sebagai anak yang "cerdas", "rajin", dan lain sebagainya. Lalu pertanyaannya, apa yang sebenarnya terjadi?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, kita lihat dulu dari sisi yang lain. Sisi yang berkebalikan dari kegagalan-kegagalan belajar.
- Menonton film.Â
Bagaimana membuat siswa mampu "memahami" materi pelajaran seperti ia menonton suatu film? Perhatikan saat seorang anak sedang menonton film favoritnya. Dia fokus dan penuh konsentrasi. Jika orang tuanya memanggil-manggilpun dia kadang tak menoleh sama sekali, apalagi menanggapinya. Jika dia mencoba menanggapi, matanya tetap tidak lepas menatap film kesayangannya. Setelah film selesai ditonton, seketika itu juga anak paham dan dapat menceritakan isi film favoritnya itu. Bahkan tanpa usaha menghafal sedikitpun juga. Hebat kan?
- Main games.Â
Bagaimana membuat siswa mampu "mempraktekkan" materi pelajaran seperti ia main games? Seperti halnya saat nonton film, seorang anak yang sedang main games mendadak jadi anak genius. Dia fokus, penuh konsentrasi, otaknya tidak pernah "penuh", paham, hafal dan banyak akal. Anak dapat memenangkan game tersebut tanpa penah kehabisan ide. Kreatif kan?
- Membaca komik.Â
Bagaimana mebuat siswa suka "membaca" materi pelajaran seperti ia melahap puluhan komik dalam beberapa hari? Membaca komik pun demikian. Kombinasi gambar dan teks akan diserap dengan sangat mudah. Sebanyak apa pun juga. Mudah, cepat, menyenangkan prosesnya. Hasilnya, penuh konsentrasi, semua cerita mudah dipahami, hafal dan bisa dengan mudah menceritakannya kepada orang lain. Genius kan?
Tiga cerita di atas adalah contoh dari sebuah "keberhasilan belajar". Mungkin ada yang bertanya, "Masa sih nonton film itu pantas disebut belajar?"Ya benar, mungkin saja film The Martian yang menceritakan tentang astronot terjebak di planet Mars dan harus bertahan hidup disana dengan persediaan makanan, air dan oksigen yang terbatas.Â
Sedangkan materi pelajaran sekolah saat itu tentang tata surya yang berisikan matahari, planet, asteroid, satelit, komet, dan lain-lainnya. Bukankah mempelajari materi tata surya akan lebih menarik jika disampaikan layaknya menonton film The Martian atau Interstellaryang dapat mengeksplorasi alam semesta yang penuh misteri?Apalagi saat ini telah dikembangkan proyek ccess Mars dengan teknologi Virtual Reality(VR) dimana pengguna dapat menyaksikan secara langsung permukaan Mars secara virtual.