Sudah bukan suatu hal yang asing bagi para pecinta hewan untuk mendengar istilah "Kekerasan terhadap hewan", sebuah tindakan kriminal yang sayangnya masih sering terjadi di masyarakat. Tak jarang bagi sang pemilik untuk menyuarakan rasa sedihnya pada forum media sosial tentang kematian hewan kesayangannya yang tewas di racun orang yang tidak bertanggung jawab.
Terkadang hubungan buruk atau perilaku buruk sang pemilik dapat menjadi motif utama para oknum untuk menyakiti hewan-hewan ini.
Tentunya hal ini tetaplah salah karena mau bagaimanapun hewan-hewan tak berdosa ini tidak memiliki andil dalam ketegangan antara oknum dan sang pemilik, ungkapan “Menghukum sang pemilik” tidaklah pantas dilakukan dengan menyakiti peliharaan mereka, cukup selesaikan dengan yang bersangkutan dan bukan dengan makhluk Tuhan yang bahkan tidak dapat membela dirinya sendiri.
Kekerasan pada hewan masih saja terjadi padahal sudah ada hukum tertulis mengenai hal ini. Seperti tindak pidana penganiayaan hewan atau binatang telah diatur dalam Pasal 302 KUHP yang terdiri dari dua ayat yaitu :
Ayat (1) : “Diancam dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan.”
Ayat (2) : “Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari seminggu, cacat, menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.”
Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kekerasan terhadap hewan masih terjadi? padahal sudah ada hukum yang ditetapkan khusus untuk menghindari terjadinya kekerasan pada hewan.
Sayangnya terkadang kekerasan pada hewan masih sering dipandang sebelah mata oleh beberapa oknum tanpa mendengarkan tangis pemilik hewan-hewan yang tewas akibat kasus penganiayaan.
Maka dari itu sudah banyak tindakan masyarakat dan komunitas pecinta hewan yang dilakukan demi menghindari terjadinya hal mengerikan ini. Seringkali broadcast atau pesan berantai disebarkan melalui WhatsApp yang berisi peringatan untuk mengamankan hewan peliharaan di dalam rumah untuk menghindari oknum yang memberi makanan yang sebelumnya telah dicampur dengan racun.
Terlepas dari tindakan tidak bertanggung jawab yang dilakukan untuk menyakiti hewan hewan ini, ada juga sisi pro dan kontra terhadap "peracunan hewan liar" setelah beredarnya aktivitas pengendalian hewan liar oleh pemerintah seperti yang terjadi di Denpasar.
“Menindak lanjuti laporan masyarakat mengenai kasus rabies yang sangat mengkhawatirkan masyarakat, maka Tim Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Denpasar terus melakukan kegiatan eliminasi terhadap anjing liar yang berada disekitar pemukiman masyarakat. Sampai saat ini tercatat sudah sekitar 451 ekor hewan penular penyakit rabies yang sudah di eliminasi.” (Nony).
Hal ini mengundang berbagai opini publik, terlepas dari tujuannya untuk mengatasi permasalahan virus rabies yang disebabkan oleh anjing-anjing liar, yang menjadi kontra adalah cara eliminasi yang dilakukan yaitu dengan memberi ayam beracun sebagai umpan atau menembak mati anjing tersebut.
Terlepas dari opini publik terhadap eliminasi anjing liar, sayangnya masih banyak kasus-kasus kekerasan pada hewan yang tidak terekspos oleh publik, atau bahkan disembunyikan. Sangat disayangkan bahwa masih ada anggapan bahwa nyawa hewan tidaklah sepenting nyawa manusia.