Mohon tunggu...
Pradhany Widityan
Pradhany Widityan Mohon Tunggu... Buruh - Full Time IT Worker

Full Time IT Worker

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kampung Naga - Lestari Alam, Lestari Desa

15 April 2015   19:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:03 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu kategori wisata yang bisa dilakukan adalah wisata masyarakat budaya. Mengunjungi tempat-tempat yang masyarakatnya masih menyimpan dan memelihara warisan budaya tradisional di tengah generasi yang serba digital akan menambah insight kita tentang kehidupan. Membuka pikiran bahwa hidup itu tidak hanya berdasar materialisme dan kapitalisme yang diajarkan Karl Marx atau Friedrich Engels. Ada juga orang-orang yang hidup karena mempertahankan budaya leluhurnya.

Kampung Naga. Itulah sebutan untuk kampung budaya yang berada di Kab. Tasikmalaya, Jawa Barat. Saat membaca namanya jangan berpikir bahwa kampung ini adalah tempat para naga berkumpul. Menurut pemandu wisata yang menemani perjalanan kita, memang tidak ada yang tahu pasti dari mana asal nama Kampung Naga tersebut. Menurutnya, Kampung Naga ada yang mengartikan kampung di antara bukit. Yang dalam bahasa Sunda yaitu “Kampung Dina Gawir”, kata “naga” diambil dari “Dina Gawir”. Sedikit aneh saya mendengarnya.

[caption id="attachment_360991" align="aligncenter" width="560" caption="Welcome to Kampung Naga (Dok. Pribadi)"][/caption]

Kemudian saya mengetahui kalau hilangnya sejarah Kampung Naga ini karena pernah terjadi pembakaran yang menghanguskan semua perkampungan itu. Pembakaran yang dilakukan oleh kelompok subversif DI/TII. Sehingga, ternyata Kampung Naga yang sekarang adalah Kampung Naga yang “baru”. Yang dibangun ulang dan “dihidupkan” kembali setelah tragedi yang merupakan akibat dari perbedaan ideologi politik itu.

Alam

Memang saya jadi berpikir nilai sejarah kampung ini sudah hilang. Inilah generasi baru yang hidup sebagai kelompok masyarakat yang ingin menjadi contoh dan objek penelitian kehidupan masyarakat Sunda tradisional. Masyarakat yang mengedepankan sinergi mikro dan makro. Manusia dan alam.

Menuruni ratusan anak tangga dari pintu masuk menuju perkampungan, kita akan disuguhi sebuah pembauran antara alam dan perkampungan. Sungai yang deras, sawah yang saat itu sedang ijo royo-royo, dan rumah-rumah beratap injuk melebur di bawah kesahajaan dan keteguhan hutan dan perbukitan.

Kita berkeliling menuju perkampungan yang semua rumahnya saling berhadapan, yaitu ke arah utara dan selatan. Semua masyarakat hidup dari hasil bertani. Terdapat beberapa tempat penumbukan padi yang diletakkan di atas kolam ikan. Mungkin kulit gabahnya digunakan sebagai pakan ikan.

[caption id="attachment_360992" align="aligncenter" width="560" caption="Perkampungan Kampung Naga (Dok. Pribadi)"]

14290990152099538286
14290990152099538286
[/caption]

Namun ada yang janggal saat memasuki rumah pemandu wisata kita. Di rumah itu ternyata terdapat TV dan pemutar CD. Alat eletronik ada, namun listrik tidak pernah diizinkan masuk ke desa itu. Sebenarnya lucu, namun pasti ada alasan dari Kuncen (sebutan petinggi adat disana) dan masyarakat sana.

Ternyata ada juga penjual mie bakso di dalam perkampungan. Lebih jauh lagi menuju balai desa, terdapat penjual souvenir-souvenir. Namun bukan souvenir khas Kampung Naga, melainkan kerajinan biasa. Bahkan ada yang bertuliskan “Baduy”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun