Mohon tunggu...
Pradesa Emka
Pradesa Emka Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Mensyukuri kehidupan adalah hal yang sulit untuk dilakukan. Belajarlah bersyukur.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengayuh Mimpi #1

18 Agustus 2013   09:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:10 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini tetap seperti hari kemarin, dan hari-hari dua tahun ke belakang. Embun pagi masih selalu menyapa dengan pekat, bercampur dengan dingin yang menusuk tulang. Daun pohon petai china masih lekat akrab dengan embun. Di kota ini, petai china dikenal dengan nama Klandingan.
.
Dengan sesekali mata terpejam, aku buka gerendel rantai yang mengikat dua becak di halaman depan rumah. Tangan dan jari ini seakan telah hafal dengan pasangan kunci dan gemboknya. Setelah gembok terbuka, rantai  aku lepas dari becak tanpa nama.
.
Ya, benar. Becak ini tanpa nama, berbeda dengan satu becak yang lain di sebelahnya. Juga berbeda dengan ratusan becak di kota ini. Sudah dua tahun aku berteman dengan kendaraan tradisional ini. Tapi sama sekali aku tak pernah mengetahui namanya. Diluar sana, bertebaran nama-nama becak beken dan populer.
.
Aku dorong becak tanpa nama ini ke jalan. Dengan halaman rumah lebih rendah dari jalan, mendorong becak sepagi ini sungguh penuh perjuangan. Terkadang rodanya menabrak batu, yang membuat arah becak berbelok. Belum lagi dengan mata yang masih setengah terpejam dan perut kosong seperti ini.
.
Kali ini aku beruntung, mendorong becak ini ke jalan berjalan lancar. Aku atur arah becak tanpa nama ini menghadap timur, menghadap lukisan langit biru yang terpadu dengan sinar merah kekuningan. Beberapa awan semakin membuat elok lukisan ini. Huff! Inilah awal hariku yang indah, menikmati suasana pagi seperti ini.
.
Aku kembali kedalam rumah. Aku ambil sebungkus bubur candil hangat dari keranjang merah muda. Aku rasakan manisnya candil dan segarnya aroma santan di langit-langit mulutku. Aku putarkan keseluruh penjuru dan sudut mulut. Ini bukan berkumur, ini adalah cara adil menyapa setiap sudut mulut dengan menu pembuka sarapan setiap pagi.
.
Keranjang merah muda, keranjang hijau muda, rinjing. Semua sudah siap di dalam becak. Terdengar aneh mendengar kata ‘rinjing’? Rinjing merupakan sejenis keranjang yang terbuat dari anyaman bambu. Sisi atas berbentuk lingkaran, dan sisi bawah berbentuk kotak, agar stabil saat di letakkan. Begitulah kira-kira.
.
Aku kembali masuk rumah, mengambil dua bakwan dan satu meniran di atas tampah. Aku makan dengan lahap, lebih menjurus ke cepat. Setelah mempersiapkan becak tanpa nama, dua keranjang dan satu rinjing, tugas awal telah selesai. Dan saat ini adalah saat yang harus dimanfaatkan untuk sarapan cepat.
.
Aku duduk di atas polisi tidur. Bersebelahan dengan becak tanpa nama. Menghadap timur. Menikmati sejenak suasana pagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun