Mohon tunggu...
Pradana Setiyadi
Pradana Setiyadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Airlangga

Penggemar sastra dan suka berpidato

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengupas Dinamika Pemilu Tahun 2024 di Era Digital

12 Juni 2024   09:49 Diperbarui: 12 Juni 2024   10:25 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam dinamika politik tahun 2024, media sosial terbukti menjadi kekuatan utama dalam menggerakkan partisipasi politik. Platform seperti Facebook, Twitter, dan Instagram tidak hanya menjadi tempat untuk berbagi informasi, tetapi juga menjadi arena untuk diskusi politik yang aktif. Kehadiran media sosial memungkinkan individu-individu dari berbagai lapisan masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik dengan cara yang sebelumnya tidak mungkin. Ini membawa dampak signifikan pada proses politik, memperluas ruang publik dan meningkatkan pluralitas dalam opini politik.

Dinamika adalah  Tingkah laku yang secara langsung memengaruhi warga lain secara timbal balik. Dinamika berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain secara timbal balik dan antara anggota dengan kelompok secara keseluruhan.  Slamet Santosa (2004 : 5 )

 Perlu diingat bahwa meskipun partisipasi politik melalui media sosial meningkat, ini tidak selalu mencerminkan kualitas partisipasi tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa banyaknya informasi yang tersedia di media sosial dapat menyebabkan kebingungan dan keengganan untuk berpartisipasi secara aktif dalam politik di luar ruang maya. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa partisipasi politik yang sehat melalui media sosial membutuhkan literasi politik yang baik dari pengguna.

Salah satu tantangan besar dalam dinamika politik di era digital adalah pengaruh algoritma dan fenomena filter bubble. Algoritma yang digunakan oleh platform media sosial cenderung menampilkan konten yang sesuai dengan kecenderungan dan preferensi pengguna, menciptakan lingkaran informasi yang tertutup di sekitar individu-individu tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan polarisasi opini politik dan isolasi dari sudut pandang alternatif.

Efek filter bubble ini juga mempengaruhi bagaimana informasi politik disajikan kepada masyarakat. Dikemukakan oleh Hartono (2018), ia mengatakan bahwa filter bubble adalah algoritma yang sebenarnya diciptakan untuk memudahkan pencarian di media sosial (khususnya facebook) dan membantu pengiklan menyasar target pasarnya.Sebagai contoh, seseorang yang cenderung mendukung pandangan politik tertentu mungkin hanya terpapar pada berita dan opini yang mendukung pandangan mereka sendiri, sementara informasi yang bertentangan diabaikan atau dihindari. Ini dapat memperkuat kesenjangan dalam pemahaman politik dan menghambat dialog politik yang sehat.

Di tahun 2024, kampanye politik menjadi semakin terfokus pada platform digital. Kandidat dan partai politik menggunakan teknologi untuk menyebarkan pesan mereka, memobilisasi pendukung, dan mempengaruhi opini publik. Penggunaan data analytics dan targeting digital memungkinkan kampanye untuk lebih efisien dalam menjangkau pemilih potensial, bahkan dalam skala yang sangat besar.

Namun, pergeseran ini juga menimbulkan beberapa pertanyaan etis dan kekhawatiran tentang penggunaan data pribadi dan privasi individu. Kampanye politik yang terlalu agresif secara digital juga dapat mengganggu pengalaman pengguna dan menciptakan keengganan terhadap politik di kalangan masyarakat umum.

Perkembangan teknologi juga memengaruhi proses pemilihan umum. Pemungutan suara elektronik, verifikasi identitas online, dan pemrosesan data yang cepat telah mempercepat dan menyederhanakan proses pemilihan. Meskipun demikian, ada kekhawatiran tentang keamanan dan integritas pemilihan yang perlu diatasi.

Pemilihan umum elektronik, misalnya, rentan terhadap serangan siber dan manipulasi data. Perlindungan terhadap keamanan sistem dan transparansi dalam proses pemilihan menjadi sangat penting untuk memastikan kepercayaan publik terhadap hasil pemilihan Cybercrime, juga dikenal sebagai kejahatan dunia maya atau kejahatan siber, adalah aktivitas kejahatan yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer dan jaringan internet sebagai alat utama. Cyber crime melibatkan penggunaan teknologi informasi untuk merusak, mencuri, mengganggu, atau melakukan aktivitas ilegal lainnya. Definisi cyber crime mencakup berbagai jenis tindakan kriminal yang dapat merugikan individu, organisasi, atau negara (Mohanty dan Pattnaik, 2021; Drury, Rahman dan Ulah, 2022).

Dalam politik digital, tantangan besar juga muncul dalam hal privasi dan keamanan data. Pengumpulan besar-besaran data pengguna oleh pihak-pihak politik dan perusahaan teknologi dapat membuka pintu bagi penyalahgunaan informasi pribadi dan manipulasi politik. Regulasi yang efektif diperlukan untuk melindungi privasi individu dan memastikan integritas proses politik.

Penyebaran berita palsu (hoaks) dan disinformasi menjadi masalah serius dalam dinamika politik di era digital. Dengan kemampuan menyebarkan informasi secara cepat dan luas di platform digital, berita palsu dapat dengan mudah mempengaruhi opini publik dan hasil pemilihan. Penting untuk membangun literasi media yang kuat dan meningkatkan kesadaran publik tentang cara mengidentifikasi dan menanggapi berita palsu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun