Angka tersebut akan semakin tinggi seiring dengan peningkatan jenjang pendidikan. Jika jumlah anak putus sekolah terus bertambah, maka akan timbul berbagai masalah baru seperti peningkatan pengangguran, kriminalitas, kemiskinan, dan kenakalan remaja.
Selain faktor-faktor tersebut, masih ada faktor lain yang menyebabkan anak-anak putus sekolah, yaitu fenomena permainan bangku kosong di sekolah-sekolah. Fenomena ini merupakan permainan dari pihak sekolah kepada orang tua murid dengan tujuan agar anak tetap bisa masuk ke sekolah impian mereka, meskipun sebenarnya anak tersebut tidak lolos dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Kisaran harga yang ditawarkan pun beragam, jika itu benar-benar merupakan sekolah favorit di daerahnya, maka biaya permainan bangku kosongnya pun akan semakin besar, namun ada range sendiri dari masing-masing sekolah, yaitu berkisar 4 hingga 8 juta rupiah.
Praktek jual beli bangku sekolah ini memiliki dampak yang nyata dalam meningkatnya jumlah anak putus sekolah di Indonesia. Anak-anak dari keluarga yang tidak mampu sering kali terpinggirkan dan tidak mendapatkan akses pendidikan yang layak. Mereka terhambat dalam mengembangkan potensi diri dan terbatas dalam mencapai masa depan yang lebih baik. Selain itu, praktek ini mencerminkan minimnya kesempatan bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan berkualitas secara adil dan merata.
Untuk mengatasi praktek jual beli bangku sekolah dan mengurangi angka anak putus sekolah, diperlukan tindakan konkret dari semua pihak terkait. Pertama, pemerintah harus mengambil langkah serius dalam penegakan hukum dan memberikan sanksi tegas kepada mereka yang terlibat dalam praktek ini. Transparansi dan akuntabilitas harus ditingkatkan dalam sistem penerimaan siswa di sekolah.
Kedua, investasi dalam pembangunan infrastruktur pendidikan harus menjadi prioritas. Penambahan jumlah sekolah dan peningkatan kualitas fasilitas pendidikan akan membantu meningkatkan aksesibilitas pendidikan bagi semua anak. Program beasiswa dan bantuan keuangan juga perlu diperluas untuk membantu keluarga yang kurang mampu dalam memenuhi biaya pendidikan anak-anak mereka.
Selain itu, kesadaran masyarakat juga perlu ditingkatkan. Orang tua perlu menyadari bahwa pendidikan adalah hak setiap anak, dan tidak boleh ada diskriminasi berdasarkan faktor finansial. Pendidikan harus menjadi prioritas utama dan tidak boleh dijadikan sebagai ajang bisnis yang merugikan anak-anak.
Dengan upaya bersama dari pemerintah, sekolah, masyarakat, dan keluarga, diharapkan fenomena praktek jual beli bangku sekolah dapat diatasi, dan setiap anak di Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H