Saya berkenalan dengan Niken Tantyo Sudharmono belumlah lama. Sebagai konsultan di bidang media, saya berkewajiban menjalin jejaring seluas mungkin. Dengan banyak jejaring itu, potensi untuk mencari jalan mendapatkan klien, akan semakin luas. Tak terkecuali dengan Niken Tantyo Sudhramono.
Singkatnya kami berkenalan. Saya bary tahu, ternyata untuk menjadi menantu seorang wakil presiden, tak semua enak. Selalu saja ada orang memandang dengan sudut yang selalu positif. Â Ah, sudahlah, sekarang kita lihat profil Niken dulu ya.
Niken Tantyo Sudharmono bukan berasal dari keluarga yang bisa dibilang mampu. Ayahnya adalah pegawai negeri biasa. Di masa itu, gaji sang ayah bisa dikatakan pas-pasan. Jangankan untuk sekolah di tempat mahal, untuk makan sehari-hari saja keluarganya harus berhemat.
Untuk menambah penghasilan, ayah Niken kemudian berjualan beras. Sementara sang ibu membuka jasa jahit pakaian. "Ibu saya jago jahit Mas," katanya saat ngobrol dengan kamu. Langkah itu dilakukan ibunya sebagai  antisipatif jika usaha suami berhenti di tengah jalan. Maklum, ayah niken harus mengutamakan kewajibannya sebagai abdi negera. Untuk menutupi kekurangan, sang ayah, sampai harus jualan beras. "Kadang Bapak sampai pulang dini hari, karena harus ambil beras ke Tasikmalaya," katanya.
Saat duduk di bangku sekolah, Niken terbiasa dengan hidup sederhana. Ia tak seperti kebanyakan teman-temannya yang selalu punya mainan terbaru atau jalan-jalan ke luar negeri saat libur sekolah tiba. Di sela kegiatan sekolahnya, Niken kecil lebih banyak menghabiskan waktu bermain piano, organ, gitar, atau menari bali.
Kemahiran Niken bermain piano tak disia-siakan. Saat sekolah menengah pertama (SMP), Niken pernah menjadi guru les piano untuk anak-anak "bule". Tentu tak semulus yang dikira. Untuk mendapatkan klien, ia harus berulang kali memasang iklan baris di beberapa surat kabar. Bahkan, Niken juga pernah diusir petugas keamanan rumah "bule" lantaran tak percaya anak sekecil itu bisa mengajar piano.
Saat dirinya masih pelajar, orangtua Niken lebih sering memberikan petuah ketimbang memberikan mainan mewah. "Jadi apa saja boleh, yang terpenting jadilah yang terbaik di bidang yang kamu pilih." Itulah salah satu pesan yang selalu diingat Niken. "Doktrin" itu pula yang menjadikan Niken sebagai orang ambisius. Bahkan setelah menikah dengan Tantyo Adji Pramudyo Sudharmono dan memiliki anak, dia tidak mau mengerjakan sesuatu setengah-setengah.
Melepas Jabatan Strategis
Dengan kerja keras dan motivasi penuh, Niken berhasil menggapai satu per satu keinginannya. Puncak karirnya, ia ditarik oleh perusahaan multinasional yang berpusat di Jerman untuk membangun bisnis mereka di negara-negara lain, seperti beberapa negara di Eropa, Indonesia, Singapore dan China, sebagai business development.
Di kalangan keluarga dan orang terdekatnya, sifat ambisius Niken memang sangat terlihat. Itu sebabnya mereka tidak kaget dengan berbagai pencapaian yang didapat. Namun hal yang tidak terduga adalah ketika pada tahun 2010 Niken memilih pensiun dini dari perusahaan yang membesarkannya. Rupanya Niken punya pertimbangan lain. Ia rela mengakhiri karirnya di perusahaan tersebut demi menemani suami dan anak-anak.
Bisnis SosioprenershipÂ