Penyesalan Pepih yang telah menyesatkan jutaan pembacanya dengan menulis sosok Rama, mendapat tanggapan Wahyu.
Dialinea terakhir Wahyu menulis, “ Saya juga berhusnudzon, bahwasanya Ramaditya dengan pengakuan plagiatnya —baik karena factor desakan atau sengaja menunggu didesak— merupakan usaha membuka mata akan kebobrokan media massa Indonesia, mental budak para wartawan!!!!”
Alinea terakhir yang dilengkapi dengan empat tanda pentung ini karuan saja menuai protes bagi sebagian pembaca. Yang kemungkinan profesinya wartawan atau koleganya wartawan atau bisa jadi ada sodaranya yang jadi wartawan.
Namun meskipun Wisnu Nugroho sebagai temanku di kompasiana, aku tidak akan ikut-ikutan protes hanya karena tulisannya Wahyu. Sebab sekarang eranya bebas, bung! Jika Wisnu yang akrab dipanggil Inu bisa seenak jidatnya menulis "Pak Beye dan Istananya", kenapa kita yang bukan wartawan di larang menulis seenak udelnya?
Dijaman sekarang ini tidak ada seorang pun yang boleh melarang orang berpendapat. Kecuali Suharto penguasa orba. Di jaman orba, media harus manut sama Suharto. Konten koran dan televisi mesti perlu ijin Harmoko sebagai menpen. Jika redaksi mau muat foto Suharto di korannya, mesti harus ijin sama orangnya. Makanya, pada jaman orba semua foto Suharto yang di muat di media berpose bagus-bagus. Berani memuat foto Suharto yang lagi ngupil, besoknya pasti di bredel, misalnya!
Bandingkan dengan media sekarang. Pejabat tidur di foto kermudian di muat di koran. Video porno di cetak, lalu di muat di korannya. Gaya presiden yang tidak sedap di pandang, justru di muat di halaman depan besar-besar. Aib diseberitakan dengan di bungkus sebagai infotainment. Itulah kelakuan media sekarang. Namun bagiku, semua itu adalah sah. Jaman bebas, monggo... hehehe.
Maka jika ada orang yang melarang atau menyuruh mencabut tulisan, itu menandakan rakyat ternyata belum siap reformasi. Lebih suka rupanya dengan type penguasa yang otoriter.
Nah, kembali ke persoalan wartawan yang kecewa karena dibohongi oleh sumber berita.
Hehehehehe...., jangankan cuma Pepih. Presiden saja kena tipu. Konyolnya 5 presiden kita pernah ketipu oleh orang-orang biasa.
Jadi menurutku, Pepih jangan merasa berdosa, karena telah menyesatkan pembaca. Suer aku telah memaafkanmu, pak haji. Tetap semangat.
Wassalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H