Mohon tunggu...
Prabu Bolodowo
Prabu Bolodowo Mohon Tunggu... wiraswasta -

" I WANT TO MAKE HYSTORY, NOT MONEY."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Di Hukum Karena Tidak Ikut Upacara

18 Agustus 2010   01:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:56 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jadi mantan presiden memang tetap enak. Meskipun telah beberapa kali tidak menggubris undangan dari Istana untuk mengikuti upacara 17 Agustus, toh Ibu Megawati tak mendapat hukuman dari Pak Beye sebagai presiden yang tengah berkuasa.   Beda denganku, sebagai murid sekolah dasar kelas 6, aku di hukum oleh kepala sekolah karena tidak mengikuti upacara 17 agustusan. Dan konyolnya hukuman yang telah lewat tiga dekade itu tetap membuatku trauma untuk mengikuti segala upacara.

Aku masih ingat, karena tidak menghadiri upacara 17 agustusan, besoknya aku dipanggil kepala sekolah. Namun aku bersyukur, ternyata yang tidak mengikuti upacara 17 agustusan tidak cuma aku sendiri. Ada sekitar 20an anak.

Maka kami semua yang tidak mengikuti upacara di suruh berkumpul di halaman sekolah. Kami semua berbaris berjalan menuju lapangan dengan dilihat para guru dan murid-murid lainnya. Mereka rupanya menikmati hukuman yang dijatuhkan kepada kami..

Aku mendapat giliran pertama untuk menjalani sangsi hukuman itu, “Prabu, kau maju. Dan nyanyikan lagu 17 agustus!”

“Dlapan belas agustus tahun 45….”

“Salah!” bentak kepala sekolah.

“Dlapan belas agustus tahun 45…”

“Woiiiii salahhhhh!” bentaknya keras

“Dlapan belas agustus…..”

“Woiiiiiiiiii salahhhhhhhhhhhhhh………..!” bentaknya semakin keras

“Dlapan belas…….”

”Salahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh guobloooooooooookkkkkkkk! Sejak kapan Indonesia merdeka pada 18 Agustus!” bentaknya dengan kesal sambil hendak memukulku. Namun sebelum tangannya mendarat di wajahku kuberanikan untuk mengatakan kepada kepala sekolah, “maaf pak, mohon diijinkan saya bernyanyi hingga selesai”.

“Ok…!” ucapnya sambil napasnya tersengal-sengal menahan amarah. Maka dengan gembira aku meneruskan bernyanyi.

“Dlapan belas agustus tahun empat lima. Kemarin hari kemerdekaan kita.........,” namun aku tak mampu meneruskannya karena tiba-tiba seluruh yang hadir tertawa keras-keras

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun