Mahkamah Konstitusi, Jakarta - Dalam Persidangan Sengketa Pikada Tolikara di Mahkamah Konstitusi, pasca sidang Pembacaan Keterangan KPU, BAWASLU, dan Pihak Terkait, Pasca Persidangan di Tanggal 24 Januari 2025, TELAH MELENGKAPI Pemeriksaan Pokok Permohonan YANG DIAJUKAN oleh Para Pemohon, Sejak 3 hari pertama Pasca Pembacaan Putusan KPU Tolikara, dan Pada Persidangan Pendahuluan Pemeriksaan Keterangan Para Pemohon di Tanggal 16 Januari 2025.. Dan Proses Persidangan saat ini, telah memasuki tahapan akhir pembacaan sidang Dismissal, yang akan memutus Berhak Tidaknya Para Pemohon Mengajukan Sengketa PHP, sebagai hasil dari rangkaian Pemeriksaan Alat Bukti Formil dan Kesimpulan Hakim Majelis Dalam RPH Hakim Konstitusi sesuai HUKUM ACARA Mahkamah Konstitusi.. Â
Persidangan MK, bukanlah Tempat Persidangan Opini atau wacana Politis, melainkan sebuah Proses Persidangan Hukum dan Konstitusi, dimana MK akan memutus perkara berdasarkan Ketentuan Hukum, Alat Bukti yang Sah, serta Penalaran Yuridis.. Persidangan MK difokuskan pada penerapan dan penalaran hukum, bukan untuk mengadili debat politik atau debat opini yang tidak relevan, apalagi mendalilkan PENGAKUAN SUBYEKTIF KLAIM PEROLEHAN SUARA DI 6 DISTRIK, dimana Keempat Pasangan Calon (Paslon 1, Paslon 2, Paslon 3, Paslon 4) memiliki dalil-dalil subyetif yang saling bertentangan, dan tidak akan menghasilkan konklusi Data Yang Sama, sekalipun Rekapitulasi Suara dilaksanakan sampai 5 - 10 Tahun lamanya (sekalipun Sistem Perundang-Undangan Memberlakukan Geen Verjaring)..Â
Pemeriksaan Oleh Hakim MK, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Prof. Arief Hidayat, telah membuat terang benderang Fakta Fakta Hukum yang di Mohonkan oleh Para Pemohon sengketa PHP Pilkada Tolikara, sejumlah Dalil-Dalil yang diajukan oleh Para Pemohon, berdasarkan hasil Examinasi Persidangan yang sah disertai cross examinasi alat-alat bukti yang telah di ajukan kehadapan Mahkamah, dan Dimana Hakim Mahkamah pada saat ini, telah Memeriksa Peristiwa Hukum secara berimbang dan Terbuka Untuk Umum, Berdasarkan hukum acara yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak-pihak yang terkait dalam Perkara, yang mendasari Pemeriksaan Perkara PHP Pilkada Tolikara secara terbuka dan akuntabel..
Dalam Rejim Sengketa Mahkamah Konstitusi, Tidak Ada Opini yang dapat diterima sebagai "Reasoning Hukum" apabila Tidak Dituangkan kedalam Proses Pembuktian Formil, Karena dalam Hukum Acara Mahkamah, Hanya Mengakui Dalil-Dalil yang dapat dibuktikan, bukan Berupa Pendapat-Pendapat atas klaim sepihak para Pemohon, dan Pernyataan Forum FPDT Yang mendesak Kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk MERUBAH SUARA TIDAK SAH, MENJADI SUARA SAH, Pada Hasil Rekapitulasi di 6 Distrik Tolikara, Tidaklah pada tempatnya (Error in Objecto)..Â
Tidak ada kewajiban bagi Hakim Mahkamah Konstitusi, untuk mengikuti kehendak forum apapun, terkait putusan yang menjadi obyek kewenangan Mahkamah, diluar dari proses formil persidangan yang sah menurut Hukum Acara Mahkamah Konstitusi..Â
Bahwa Determinasi Penentuan Hasil Pemilukada Tolikara Telah Masuk Pada Kewenangan Absolute Mahkamah.. Hasil Putusan Mahkamah bersifat FINAL AND BINDING (Final dan Mengikat), berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 Jo Pasal 47 UU No.24/2003 Tentang MK.. Dengan demikian Mahkamah Konstitusi berperan penting dan mendasar sebagai "The Final Interpreter of The Constitution"..Â
Tidak ada Perdebatan yang dapat mempengaruhi putusan Mahkamah, selain Pemeriksaan fakta-fakta persidangan yang diajukan di hadapan Mahkamah.. Dan Sengketa Hasil Penghitungan Suara di Mahkamah Konstitusi a quo, bukanlah sengketa PROSES POLITIK yang dengan bebas memberikan optional pendapat bagi Forum FPDT agar dinilai oleh Hakim, Melainkan setiap fakta Yuridis yang dapat dipertanggung-jawabkan berdasarkan basis pembuktian yang sah dalam Proses Yudisial Konstitusional, yang dalam pelaksanaannya berpegang pada norma-norma Yuridis Formil, Dimana Hakim MK TIDAK SEDANG Memeriksa dan Mengadili Perdebatan Opini Setiap Orang, Melainkan Menegakkan Hukum Konstitusional berdasarkan Fakta Fakta Hukum Yang diajukan secara Formil dalam Persidangan MK..
Surat Terbuka kepada Mahkamah Konstitusi yang diajukan oleh Forum FPDT, dalam tahapan proses pembacaan Putusan Dismissal, tidak akan mempengaruhi putusan persidangan Mahkamah, karena Opini yang dikemukakan diluar dari Proses Persidangan di MK, tidak akan diperhitungkan oleh Hakim Mahkamah, dan akan dinilai oleh Mahkamah sebagai "Obiter Dictum".. Dimana Dengan sendirinya, Hakim Mahkamah akan berpegang teguh pada "Ratio Decidendi" Putusan yang berpegang teguh pada fakta-fakta hukum yang diajukan dalam Persidangan..
Dengan demikian, Tim Hukum Wilyon tetap berpegang teguh pada fakta-fakta Persidangan yang telah dilakukan examinasi oleh Hakim Majelis Mahkamah Panel 3 (bukan berdasarkan opini dan wacana pribadi diluar dari konteks persidangan), yang mana Tim Wilyon meyakini bahwa Hakim Mahkamah Konstitusi akan Memutus Perkara 297, Perkara 303, perkara 306, dengan Putusan NOK, berdasarkan kriteria sebagai berikut:
1). Legal Standing Tidak Memenuhi Syarat (Pasal 158 ayat 2 Huruf b)..